Headline.co.id (Yogyakarta) ~ Kota Yogyakarta, yang kaya akan adat budaya dan warisan leluhur, terus memperkuat identitasnya melalui berbagai upaya pelestarian budaya. Salah satu warisan budaya yang menjadi ciri khas Kota Gudeg ini adalah adat Gagrak Ngayogyakarta. Pakaian adat ini memiliki filosofi dan makna yang mendalam, menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas dan sejarah Bumi Mataram.
Baca juga: Manajemen Risiko: Pengertian, Tujuan dan Manfaat Penerapannya
Gagrak Ngayogyakarta: Mengenang Perpindahan Pesanggrahan Sultan Hamengkubuwono I
Gagrak Ngayogyakarta bukan sekadar pakaian adat biasa. Dipilihnya hari Kamis Pahing untuk memperingati perpindahan Pesanggrahan Sultan Hamengkubuwono I dan keluarga dari Ambarketawang menuju Keraton Yogyakarta memberikan dimensi sejarah yang kaya pada pakaian ini. Pemilihan hari tersebut sebagai momen mengenakan Gagrak mengandung makna pembentukan karakter bagi siswa dan pegawai.
Baca juga: Hari Apakah Hari ini? Ini Daftar Hari Penting Nasional dan Internasional
Komponen dan Filosofi Adat Gagrak Ngayogyakarta
Busana Gagrak Ngayogyakarta terdiri dari berbagai elemen yang tidak hanya mempercantik penampilan, tetapi juga sarat dengan makna filosofis. Untuk kaum pria, beberapa komponen kunci yang perlu diperhatikan melibatkan blangkon dengan mondol, surjan, jarik, stagen, sabuk, selop, dan timang.
Blangkon dengan Mondol: Blangkon, tutup kepala tradisional, memiliki mondol di bagian belakang yang menggambarkan zaman di mana rambut panjang rakyat Yogyakarta sering digelung atau diikat. Filosofi blangkon adalah mengingatkan manusia agar tetap rendah hati.
Surjan: Pakaian atasan yang sering digunakan dalam acara adat, upacara, dan acara resmi. Surjan dengan motif lurik menggambarkan kesederhanaan, sementara motif kembangan atau bunga diperuntukkan bagi Raja. Filosofi surjan mengajarkan bahwa manusia dapat menerangi sekitarnya dengan tindakan dan perilakunya.
Baca juga: Apa Itu Portofolio? Berikut Pengertian, Manfaat, dan Cara Membuatnya
Jarik: Kain panjang yang umumnya digunakan sebagai bagian dari pakaian tradisional. Jarik diartikan sebagai “Aja Serik” yang mengajarkan untuk tidak iri terhadap keberhasilan orang lain.
Stagen dan Sabuk: Digunakan untuk mengikat jarik pada perut dengan filosofi untuk mengendalikan nafsu manusia.
Selop: Sepatu yang menghindarkan pemakainya dari duri, mengajarkan manusia untuk memiliki landasan kehidupan yang baik.
Timang: Hiasan pada stagen dengan filosofi menimbang hal-hal baik dan buruk dalam kehidupan.
Baca juga: Mengenal Guru Penggerak: Syarat Fungsi Hingga Perannya
Busana Perempuan: Elegansi dan Filosofi dalam Kebaya dan Jarik
Tak kalah menariknya, busana perempuan dalam Gagrak Ngayogyakarta juga memiliki makna filosofis yang dalam.
Kebaya: Kebaya Kartini atau tangkepan, dengan bagian dada menyatu tanpa kutu baru, mengajarkan manusia untuk memiliki agama sebagai landasan hidup.
Jarik: Bagian dari pakaian perempuan dengan motif kawung yang melambangkan kesederhanaan.
Rambut atau Gelung: Rambut digelung dengan atau tanpa hiasan bunga, menggambarkan status perempuan yang sudah atau belum menikah.
Baca juga: Daftar 5 SMA Swasta Bergengsi di Yogyakarta dengan Biaya Mahal
Dengan pemahaman mendalam tentang filosofi dan makna dari setiap komponen busana Gagrak Ngayogyakarta, masyarakat diharapkan dapat lebih menghargai dan melestarikan warisan budaya yang telah diwariskan oleh leluhur. Pemakainya, baik pria maupun wanita, diingatkan untuk menjalankan tindakan dan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam adat Gagrak Ngayogyakarta. Sebuah upaya bersama untuk memperkuat identitas dan memastikan bahwa warisan budaya ini akan terus diteruskan kepada generasi mendatang.
Terimakasih telah membaca Gagrak Jogja: Membahas Filosofi dan Makna dari Pakaian Adat Ngayogyakarta semoga bisa bermanfaat dan jangan lupa baca berita lainnya di Headline.co.id atau bisa juga baca berita kami di Google News.
Baca juga: Mengenal Majas Personifikasi: Pengertian, Ciri-ciri dan Contoh






















