Headline.co.id, Jakarta ~ Pemerintah terus berupaya meningkatkan kesehatan dan kualitas generasi mendatang melalui Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menegaskan bahwa keberhasilan program ini sangat bergantung pada peran strategis tenaga gizi dalam menjaga mutu gizi dan keamanan pangan bagi seluruh penerima manfaat.
Ketua Tim Kerja Gizi Direktorat Pelayanan Kesehatan Keluarga Kemenkes RI, Yuni Zahraini, menekankan pentingnya penguatan kapasitas tenaga gizi seiring dengan diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2025 tentang Tata Kelola MBG. Peraturan ini memperluas cakupan sasaran program hingga mencakup ibu hamil, ibu menyusui, balita, dan anak usia sekolah.
“Dengan perluasan sasaran ini, peran tenaga gizi menjadi semakin penting untuk memastikan makanan yang diberikan benar-benar sesuai dengan standar gizi dan aman dikonsumsi,” ujar Yuni dalam pertemuan perdana penguatan kompetensi tenaga gizi yang memaparkan Kebijakan Standar Gizi Nasional, dikutip di Jakarta, Rabu (24/12/2025).
Pertemuan tersebut dihadiri oleh ratusan peserta yang terdiri atas ahli gizi di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), Dinas Kesehatan kabupaten/kota, serta tenaga gizi Puskesmas. Forum ini menjadi wadah untuk penyegaran dan pembaruan pemahaman terkait penyelenggaraan makanan dalam mendukung MBG.
Yuni menjelaskan bahwa penyelenggaraan makanan dalam skala besar memerlukan standar yang jelas agar makanan yang disajikan memenuhi prinsip gizi seimbang, sesuai kebutuhan kelompok usia, serta terjamin keamanannya. Oleh karena itu, sinergi ahli gizi di SPPG dan Puskesmas sangat krusial dalam mengawal implementasi program di lapangan. “Ahli gizi di SPPG dan Puskesmas diharapkan dapat saling mendampingi, berkoordinasi, dan memfasilitasi agar pelaksanaan MBG berjalan optimal,” katanya.
Lebih lanjut, Yuni menyampaikan bahwa MBG merupakan bagian dari upaya pemenuhan gizi sepanjang siklus hidup. Program ini melengkapi berbagai intervensi gizi yang telah berjalan sebelumnya, seperti pemberian makanan tambahan lokal bagi ibu hamil dengan kekurangan energi kronik (KEK) serta balita yang mengalami masalah gizi. “Pada MBG, makanan yang diberikan menjadi bagian dari konsumsi utama harian. Sementara bagi sasaran yang sudah mengalami masalah gizi, makanan tambahan berfungsi sebagai pelengkap, bukan pengganti makanan utama,” jelasnya.
Untuk mendukung implementasi MBG, Kemenkes juga telah menyusun standar gizi nasional yang menjadi acuan pelaksanaan program dan telah disampaikan kepada Badan Gizi Nasional (BGN). Standar tersebut mencakup kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat, serta pengaturan jenis dan waktu pemberian makanan sesuai kelompok sasaran.
Selain kandungan gizi, aspek keamanan pangan juga menjadi perhatian. Tenaga gizi didorong untuk menerapkan prinsip Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) dalam seluruh proses penyelenggaraan makanan, mulai dari penyiapan, pengolahan, hingga penyajian, termasuk pemanfaatan pangan lokal dan variasi menu yang menarik. “Dengan standar yang jelas dan pengawasan yang berkelanjutan, MBG diharapkan tidak hanya meningkatkan asupan gizi, tetapi juga membentuk perilaku makan yang lebih sehat di masyarakat,” tutup Yuni.
Melalui penguatan kapasitas tenaga gizi ini, Kemenkes optimistis Program Makan Bergizi Gratis dapat berjalan lebih optimal dan memberikan kontribusi nyata bagi perbaikan status gizi masyarakat Indonesia.























