Headline.co.id, Jakarta ~ Pemerintah menegaskan pentingnya perlindungan anak di era digital melalui Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Perlindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PP Tunas). Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media (Dirjen KPM) Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), Fifi Aleyda Yahya, saat membuka TUNAS Bootcamp – Gerakan Kampanye #TungguAnakSiap di Jakarta, Rabu (17/12/2025).
Fifi menyoroti bahwa anak-anak Indonesia saat ini tumbuh dalam lingkungan digital yang berbeda dari generasi sebelumnya. Meskipun mereka terlihat mahir menggunakan perangkat digital, kemampuan tersebut tidak selalu sejalan dengan kesiapan psikologis dan emosional mereka. “Anak-anak terlihat sangat jago memegang gawai. Tapi kita semua tahu, jago teknologi tidak selalu berarti siap secara mental dan emosional, apalagi di usia anak-anak,” ujar Fifi.
Ia menjelaskan bahwa ruang digital memungkinkan anak mengakses berbagai konten tanpa batas, sementara pemahaman, kontrol emosi, dan daya kritis mereka masih dalam tahap perkembangan. Kondisi ini membuat anak rentan terhadap berbagai risiko, mulai dari paparan konten negatif, perkenalan dengan predator daring, hingga jeratan judi online. “Di titik inilah negara memilih untuk hadir. Lewat PP Tunas, negara menyampaikan satu pesan penting: anak tidak boleh dipaksa tumbuh lebih cepat hanya karena teknologi bergerak cepat. Biarkan anak menjadi anak,” tegasnya.
Menurut Fifi, PP Tunas tidak dimaksudkan untuk melarang anak mengenal teknologi atau memusuhi layar digital. Kebijakan ini justru menempatkan prinsip pendampingan dan waktu yang tepat sebagai kunci perlindungan anak. “Ini bukan soal melarang, tetapi soal hadir di waktu yang tepat. Mendampingi, bukan melepas tangan,” katanya.
Dalam konteks tersebut, Komdigi bersama para pemangku kepentingan meluncurkan kampanye #TungguAnakSiap, yang lahir dari kesadaran bahwa tidak semua hal harus dipercepat. Menunggu, menurut Fifi, bukan berarti tertinggal, melainkan bentuk tanggung jawab kolektif dalam menjaga masa depan generasi muda.
Fifi menegaskan bahwa TUNAS Bootcamp bukan sekadar kegiatan pelatihan, melainkan awal dari sebuah gerakan sosial yang melibatkan mahasiswa dan generasi muda sebagai agen perubahan. “TUNAS Bootcamp ini bukan hanya kelas, tetapi awal dari gerakan. Gerakan untuk berani peduli,” ujarnya.
Selama tiga hari pelaksanaan, peserta didorong untuk mengeksplorasi ide, menguji sudut pandang, serta merancang kampanye kreatif yang tidak hanya kuat secara visual, tetapi juga sarat makna dan empati. “Kami berharap pesan #TungguAnakSiap disampaikan dengan bahasa yang dekat, jujur, dan membumi, sehingga tidak berhenti sebagai tagar, tetapi menjadi sikap bersama,” kata Fifi.
Ia menambahkan bahwa pemerintah telah menyiapkan pijakan regulatif melalui PP Tunas. Selanjutnya, peran masyarakat—terutama generasi muda—menjadi kunci dalam menggerakkan perubahan budaya digital yang lebih aman dan beradab. “Hari ini negara sudah menyiapkan pijakan. Kini giliran kita melangkah bersama, menjaga ruang digital dengan kreativitas, empati, dan tanggung jawab,” tutupnya.
Acara pembukaan TUNAS Bootcamp turut melibatkan para mentor dan praktisi industri kreatif dan komunikasi, lain Yulita Alverina Wijaya (Co-founder/Chief Strategy Officer Think of View), Friska Octendralia (Managing Director Narrada Social), Wayrizal (Executive Creative Director/CCO Hatma Creative), Ezrani Julinda (Senior Strategist Salvo Creative), serta perwakilan Komdigi dan pemangku kepentingan lainnya.




















