Headline.co.id (Jakarta) — Mikroplastik kini tak hanya ditemukan di laut atau makanan, tetapi juga di air hujan. Penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap bahwa partikel plastik berukuran sangat kecil itu terbawa angin dan turun bersama air hujan di wilayah Jakarta. Temuan ini memperlihatkan bahwa mikroplastik telah menjadi bagian dari siklus lingkungan dan menunjukkan tingkat penyebarannya yang semakin luas.
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan RI, Aji Muhawarman, menegaskan bahwa keberadaan mikroplastik dalam air hujan bukan berarti air hujan berbahaya langsung bagi kesehatan masyarakat. “Fenomena ini perlu diwaspadai, bukan ditakuti. Ini sinyal bahwa partikel plastik sudah tersebar sangat luas di sekitar kita,” ujar Aji dikutip dari InfoPublik, Minggu (2/11/2025).
Menurut berbagai penelitian, manusia dapat terpapar mikroplastik melalui dua jalur utama, yakni lewat makanan dan minuman—seperti garam, seafood, serta air minum dalam kemasan—serta melalui udara yang tercemar serat sintetis dari pakaian atau debu perkotaan. Paparan jangka panjang dalam jumlah besar, menurut sejumlah studi, berpotensi menimbulkan peradangan jaringan tubuh. Zat kimia seperti bisphenol A (BPA) dan phthalates yang menempel di mikroplastik juga dapat mengganggu sistem hormon, reproduksi, dan perkembangan janin.
Meski begitu, para ahli menegaskan belum ada bukti ilmiah kuat yang menunjukkan mikroplastik secara langsung menyebabkan penyakit tertentu. Tingkat paparannya pada populasi umum masih tergolong rendah dan terus menjadi fokus penelitian di berbagai negara.
Sebagai langkah pencegahan, Kementerian Kesehatan mengimbau masyarakat untuk mulai mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan menjaga kebersihan lingkungan. Aji menekankan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat dalam mengurangi risiko paparan. “Gunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan, terutama saat udara kering atau setelah hujan. Ini bukan karena air hujannya, tapi untuk mengurangi paparan debu dan polusi yang mungkin mengandung mikroplastik,” ujarnya.
Aji juga mendorong masyarakat membawa botol minum isi ulang, memakai tas belanja non-plastik, dan memilah sampah rumah tangga. Langkah sederhana tersebut dinilai penting untuk menekan jumlah plastik di lingkungan sekaligus mencegah terbentuknya mikroplastik baru di masa depan.
Mikroplastik sendiri didefinisikan sebagai partikel plastik berukuran kurang dari 5 milimeter hingga satu mikrometer. Karena sifatnya yang sulit terurai, partikel ini dapat bertahan lama di udara, tanah, maupun air, bahkan berpindah dari satu media ke media lainnya.
Secara ilmiah, mikroplastik terbagi menjadi dua jenis utama: mikroplastik primer dan mikroplastik sekunder. Mikroplastik primer adalah partikel yang sejak awal berukuran kecil, misalnya microbeads dalam produk kosmetik dan pembersih, sedangkan mikroplastik sekunder berasal dari pecahan plastik berukuran besar seperti kantong plastik, botol air minum, atau jaring nelayan yang terurai di alam.
Temuan BRIN ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk memperkuat komitmen dalam pengelolaan sampah plastik. Dengan pendekatan berbasis riset dan perubahan perilaku, diharapkan penyebaran mikroplastik dapat dikendalikan sehingga lingkungan dan kesehatan masyarakat tetap terlindungi.





















