Headline.co.id (Sleman) — Aula Kalurahan Caturharjo mendadak berubah menjadi lautan warna dan tawa anak-anak, Minggu (20/7/2025). Agenda tahunan MONCER#4 (Moco lan Cerito) kembali hadir, menyulut semangat literasi, kreativitas, dan pendidikan karakter sejak usia dini. Tahun ini, kegiatan mengusung tema menyentuh: “Warna Ceria, Hati Gembira, Bebas Bullying.”
Sebanyak 180 anak dari jenjang PAUD, TK, hingga SD kelas 1–3 mengikuti lomba mewarnai dan beragam aktivitas edukatif lain. Di tangan-tangan kecil itulah warna menjadi bahasa, kertas jadi panggung imajinasi. Di tengah keceriaan itu pula, semangat anti-bullying disemai lewat pendekatan yang menyenangkan.
Ketua Panitia, Miftakul Ikhsan, menegaskan bahwa MONCER bukan sekadar hiburan. “Kami ingin anak-anak tak hanya bersenang-senang, tapi juga belajar menghargai sesama, menumbuhkan rasa ingin tahu, dan mencintai literasi,” ujarnya.
Kolaborasi Literasi dan Edukasi Sosial
Yang membuat MONCER tahun ini kian istimewa adalah kehadiran PORDAM (Pelopor Perdamaian) dari Dinas Sosial Kabupaten Sleman. Lurah Caturharjo, Agus Sutanto, menyebut kolaborasi ini sebagai langkah penting membumikan nilai perdamaian di usia dini. “Anak-anak harus merasa aman, diterima, dan dihargai. Ini awal dari membangun masyarakat yang toleran,” katanya.
Ketua TP PKK Kabupaten Sleman, Parmilah Harda Kiswoyo, yang hadir membuka acara, turut memberikan apresiasi. “Gerakan seperti ini sangat berarti. Anak-anak tidak hanya dilatih berkreasi, tetapi juga diajak berpikir kritis dan berempati. Ini investasi karakter masa depan,” tutur istri Bupati Sleman tersebut.
Sementara itu, Ketua PORDAM Sleman, Suwanto, mengungkapkan pendekatan kreatif yang digunakan dalam sosialisasi anti-bullying. “Kami sampaikan pesan penting lewat permainan, dongeng, dan lagu-lagu ceria. Anak-anak lebih mudah memahami jika penyampaiannya sesuai dunia mereka,” ungkapnya.
Mbah Gun, Inspirator dari Desa
Di balik suksesnya MONCER, berdiri sosok Rakhmadi Gunawan, yang akrab disapa Mbah Gun. Ia adalah penggagas MONCER, pengelola Perpustakaan Caturharjo, sekaligus pegiat taman bacaan yang bergerak secara swadaya. Sosok ini telah lama menjadi inspirasi literasi desa.
“MONCER lahir dari harapan agar anak-anak punya ruang bertumbuh secara sehat, kreatif, dan penuh makna. Di sini mereka tak hanya membaca, tapi juga menulis, menggambar, dan berimajinasi,” ujar Mbah Gun.
Baginya, perpustakaan bukan sekadar tempat menyimpan buku, melainkan pusat kegiatan warga. “Kami ingin menunjukkan bahwa membaca itu menyenangkan, dan perpustakaan bisa menjadi tempat hidup yang membahagiakan,” imbuhnya.
Tak Sekadar Trofi, Tapi Jejak Kenangan
Kegiatan ditutup dengan pembagian trofi bagi para pemenang lomba. Namun nilai yang dibawa pulang lebih dari sekadar hadiah—ada pelajaran hidup, kenangan indah, dan semangat berkarya yang membekas.
MONCER#4 menjadi bukti nyata bahwa gerakan literasi tak harus muluk. Cukup dimulai dari desa, dengan cinta, konsistensi, dan kolaborasi. Harapannya, MONCER akan terus tumbuh, menyebarkan inspirasi ke berbagai penjuru negeri, menyalakan cahaya di hati anak-anak Indonesia—warna-warni yang tak mudah padam.




















