Headline.co.id (Sumenep) – Di Desa Juluk, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, tradisi bukan sekadar cerita lama yang dipelihara dalam ingatan. Pada Selasa (15/7/2025), desa ini membuktikan bahwa budaya bisa berjalan beriringan dengan penguatan ekonomi dan inovasi pertanian melalui Festival Tete Masa Nabur Belta.
Festival ini lebih dari sekadar seremoni menabur benih tembakau. Di balik prosesi “tete masa” tersimpan pesan tentang gotong royong, pelestarian warisan leluhur, sekaligus pengembangan desa berbasis kearifan lokal. Desa Juluk memilih jalan unik: membumikan tradisi sebagai fondasi kemajuan yang berkelanjutan.
“Festival ini bukan hanya perayaan tradisi, tapi juga momentum edukasi generasi muda agar mencintai akar budayanya. Ini adalah modal sosial yang harus terus kita jaga,” ujar Wakil Bupati Sumenep, KH. Imam Hasyim, saat membuka festival.
Kolaborasi Budaya dan Pertanian
Festival Tete Masa menghadirkan rangkaian kegiatan yang komprehensif. Sebanyak 42 jaran serek, kuda hias khas Madura, tampil memeriahkan prosesi penanaman benih tembakau. Atraksi ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga simbol semangat kolektif masyarakat dalam menjaga tradisi.
Selain itu, festival ini menggelar pameran produk pertanian, diskusi tematik tentang pertanian berkelanjutan, hingga pengajian akbar sebagai penutup acara. Semua lapisan masyarakat terlibat: mulai dari petani, kelompok UMKM, hingga para pemuda desa.
“Festival Tete Masa adalah contoh konkret bagaimana pertanian bisa menjadi bagian dari narasi budaya. Saat masyarakat menabur benih tembakau, sesungguhnya mereka juga sedang menanam semangat untuk menjaga jati diri dan kemandirian ekonomi,” lanjut Wakil Bupati.
Dampak Ekonomi yang Riil
Festival ini bukan sekadar soal tontonan. Kehadiran wisatawan lokal memberi peluang bagi UMKM dan kelompok tani untuk memasarkan produk unggulan desa. Dari hasil bumi, kerajinan tangan, hingga kuliner khas Madura, semua mendapat tempat di festival ini.
Efek domino positif terhadap ekonomi lokal pun mulai terasa. Masyarakat tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga mendapatkan manfaat nyata dari kegiatan ini.
“Ini adalah strategi pengembangan desa yang menyentuh banyak aspek—dari pelestarian budaya, edukasi masyarakat, hingga penguatan ekonomi. Ini perlu terus dilanjutkan dan diperluas,” tegas KH. Imam Hasyim.
Menabur Harapan Baru
Festival Tete Masa di Desa Juluk membuktikan bahwa menjaga budaya bukan berarti memunggungi kemajuan. Justru di sanalah letak kekuatannya: ketika tradisi menjadi penggerak pembangunan, ketika petani menjadi aktor utama, dan ketika generasi muda diajak mencintai akar budayanya.
Desa Juluk telah menabur benih tembakau—dan bersamanya, menabur harapan baru bagi masa depan desa.















