Headline.co.id (Jakarta) — Suasana khidmat menyelimuti pelataran Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu (28/6/2025) pagi. Sebanyak 100 pasangan dari wilayah Jabodetabek melangsungkan akad nikah secara bersamaan dalam prosesi nikah massal yang digelar Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Ditjen Bimas Islam Kemenag). Acara ini menjadi pembuka dari rangkaian program nasional yang akan menyatukan 1.000 pasangan di seluruh Indonesia secara bertahap.
Nikah massal ini bukan sekadar hajatan akbar, melainkan bagian dari strategi negara dalam menyelesaikan problem klasik: pernikahan tak tercatat yang menjerat keluarga rentan dalam bayang-bayang ketidakpastian hukum.
“Momentum nikah massal ini bukan sekadar seremonial, tapi bagian dari dua tugas besar Kementerian Agama: mengesahkan pernikahan secara agama dan mencatatnya secara resmi menurut hukum negara,” ujar Direktur Jenderal Bimas Islam, Abu Rokhmad, dalam sambutannya.
Perlindungan Hukum Dimulai dari Akta Nikah
Dirjen Abu menekankan pentingnya legalitas pernikahan dalam kehidupan keluarga. Banyak pasangan di Indonesia, terutama dari kelompok ekonomi bawah, hanya menikah secara agama tanpa pencatatan resmi. Akibatnya, anak tak bisa dibuatkan akta kelahiran, akses ke BPJS tersendat, bahkan bantuan sosial pun tak dapat disentuh.
“Akta nikah adalah fondasi penting untuk memastikan hak-hak keluarga terlindungi. Tanpa itu, kehidupan anak-anak mereka ikut terdampak,” tegasnya.
Untuk setiap pasangan yang dinikahkan, Kemenag memberikan berbagai bentuk dukungan: dana pembinaan sebesar Rp2,5 juta, seperangkat alat salat, mushaf Al-Qur’an dari Unit Percetakan Al-Qur’an (UPQ), paket kosmetik dari Wardah, hingga fasilitas menginap di hotel sebagai bentuk apresiasi terhadap langkah awal membangun rumah tangga.
Menjawab Kendala Ekonomi, Menembus Batas Administratif
Dalam konteks masyarakat menengah ke bawah, biaya pernikahan kerap menjadi batu sandungan. Lewat program ini, negara hadir sebagai fasilitator sekaligus pelindung.
“Dengan program ini, kami ingin memastikan bahwa siapapun yang sudah siap secara lahir dan batin dapat menikah dengan layak, tanpa terbebani biaya tinggi,” ungkap Abu.
Tak berhenti di dalam negeri, Kemenag bahkan bersiap memperluas jangkauan program hingga ke luar negeri. Komunitas Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Hongkong, Taiwan, Malaysia, hingga Arab Saudi menjadi prioritas selanjutnya. Banyak dari mereka yang terhalang menikah resmi karena tak memiliki wali atau terkendala administrasi. Untuk itu, Kemenag akan menunjuk wali hakim resmi demi kelancaran proses sesuai syariat dan hukum negara.
Bukan Sekadar Gaya, Tapi Niat Suci
Dirjen Abu juga berpesan agar generasi muda Muslim tak ragu untuk menikah, bahkan lewat program nikah massal sekalipun.
“Jangan malu menikah secara massal. Ini bukan soal gaya, tapi soal niat suci untuk membangun rumah tangga yang sah dan diberkahi,” ucapnya.
Ia juga mengapresiasi semua pihak yang mendukung terselenggaranya program ini, mulai dari Baznas, sponsor kosmetik, hingga pengelola Masjid Istiqlal.
Di tengah geliat pembangunan menuju Indonesia Emas 2045, program ini menjadi pijakan awal dalam membentuk keluarga tangguh, sah secara hukum, dan berdaya secara ekonomi. Karena di balik buku nikah, tersimpan harapan akan hadirnya generasi masa depan yang lebih terlindungi, kuat, dan bermartabat.





















