Gelombang Panas Eropa Mematikan, Miskin Jadi Korban Terbesar
Headline.co.id, Jakarta – Gelombang panas yang melanda Eropa dalam beberapa tahun terakhir telah merenggut puluhan ribu nyawa. Namun, penelitian terbaru mengungkap bahwa kelompok masyarakat miskin menanggung beban terberat dari temperatur ekstrem tersebut.
Studi yang dilakukan oleh tim peneliti di Madrid menunjukkan korelasi kuat antara pendapatan dan kerentanan terhadap panas. “Faktanya, tingkat penghasilan adalah faktor kunci dalam hal panas dan kerentanan,” ungkap para peneliti dalam laporan yang dikutip The Guardian.
Orang-orang dengan pendapatan rendah sering kali kesulitan mendapatkan perumahan berkualitas. Mereka cenderung tinggal di rumah yang padat, pengap, dan tidak terlindungi dari suhu tinggi. Selain itu, akses ke layanan kesehatan yang memadai juga terbatas, sehingga mereka lebih rentan terhadap kondisi yang diperburuk oleh panas ekstrem. Bahkan, mereka yang bekerja di sektor seperti pertanian dan konstruksi juga rentan karena terpapar suhu tinggi secara teratur.
Meski AC tersedia, orang-orang dengan pendapatan rendah umumnya tidak mampu menggunakannya. Menurut Save the Children, satu dari tiga anak di Spanyol tidak bisa menjaga kesejukan rumah mereka. Situasi ini berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik lebih dari 2 juta anak.
Yamina Saheb, penulis utama laporan IPCC tentang mitigasi perubahan iklim, mengungkapkan bahwa cuaca panas akibat polusi karbon menewaskan hampir 50.000 jiwa di seluruh Eropa tahun lalu. “Kita perlu menyadari bahwa ini sangat mendesak,” tegas Saheb. “Kita tidak boleh membiarkan orang terus meninggal karena panas di negara-negara Eropa.”
Dalam beberapa tahun terakhir, gelombang panas di Eropa semakin panas, lebih lama, dan lebih sering terjadi. Tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas yang pernah tercatat, dan perkiraan menunjukkan bahwa 2024 akan melampauinya.
“Pemanasan global sedang membunuh banyak orang,” ujar Saheb. “Pertanyaannya adalah berapa banyak orang lagi yang harus mati agar para pembuat kebijakan, advokat, dan ahli menyadari bahwa kemiskinan energi di musim panas adalah masalah serius?”
Saheb menyerukan agar akses ke pendinginan diakui sebagai hak, bukan sekadar komoditas konsumen yang terkait dengan pendapatan. Selain itu, Alby Duarte Rocha dari Universitas Teknik Berlin menekankan bahwa pendapatan rendah juga membatasi pengaruh masyarakat terhadap area tempat tinggal mereka, membuat mereka cenderung tinggal di kawasan yang penuh aspal dan minim ruang hijau.
Situasi ini diperparah oleh “gentrifikasi hijau”, di mana daerah dengan banyak tanaman menjadi lebih diminati dibandingkan daerah yang padat dan berpolusi. Akibatnya, masyarakat berpenghasilan rendah sering kali terusir dari kawasan kota yang paling sejuk.
sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20240828195007-4-567257/neraka-bocor-ancam-bumi-orang-miskin-paling-menderita.





















