Headline.co.id, Langsa ~ Memasuki hari ke-22 setelah bencana banjir di Provinsi Aceh, Dinas Kesehatan Aceh terus berupaya mengoptimalkan pelayanan kesehatan. Fokus utama adalah distribusi obat-obatan dan pencegahan potensi kejadian luar biasa (KLB), terutama di wilayah yang paling terdampak. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, Ferdiyus, menyatakan bahwa pihaknya masih memusatkan perhatian pada distribusi obat ke posko-posko kesehatan serta mendukung tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), puskesmas, dan rumah sakit kabupaten/kota.
Dinas Kesehatan Aceh telah mendirikan empat posko kesehatan provinsi di Kabupaten Pidie Jaya, Kota Lhokseumawe, Aceh Utara, dan Kota Langsa. Posko ini mengoordinasikan pelayanan kesehatan di 18 kabupaten/kota terdampak, dengan prioritas pada sembilan daerah yang mengalami dampak terparah. Selain layanan medis, perhatian khusus juga diberikan kepada kelompok rentan seperti ibu hamil, balita, dan lansia. Bantuan berupa makanan tambahan terus disalurkan ke lokasi pengungsian di sembilan kabupaten/kota terdampak dan akan diperluas ke daerah lain jika ada permintaan mendesak.
Ferdiyus menjelaskan bahwa Dinkes Aceh telah menerima 55 tim relawan kesehatan dengan total sekitar 539 personel yang ditempatkan di sembilan wilayah prioritas. Para relawan ini bekerja sama dengan posko kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, melakukan kunjungan rutin ke titik-titik pengungsian setiap hari. Pada Senin lalu, Dinkes Aceh juga mengirimkan tambahan 33 tim Emergency Medical Team (EMT) terpadu dengan total sekitar 295 personel. Dengan tambahan ini, jumlah tenaga kesehatan yang bertugas di lapangan mencapai 794 orang, terdiri dari dokter umum, dokter spesialis, perawat, tenaga surveilans, sanitarian, tenaga gizi, dan konselor.
Dinkes Aceh berencana mengirimkan kloter keempat sekitar 100 tenaga kesehatan tambahan pada 22–25 Desember 2025, bertepatan dengan akhir masa tanggap darurat tahap kedua. “Penguatan ini ditujukan untuk memastikan layanan kesehatan dasar tetap berjalan, terutama di FKTP yang belum beroperasi secara maksimal,” ujar Ferdiyus.
Dari total 65 rumah sakit di Aceh, seluruh rumah sakit pemerintah telah beroperasi, meskipun Rumah Sakit Aceh Tamiang masih belum optimal akibat kerusakan peralatan kesehatan. Untuk sementara, pelayanan dasar di wilayah tersebut dibantu oleh RS Adam Malik Medan. Sementara itu, dari 366 puskesmas yang ada, tercatat masih 30 puskesmas belum beroperasi di enam kabupaten/kota terdampak berat.
Di wilayah tengah Aceh, Dinkes Aceh tidak mengirimkan tambahan tim karena sumber daya manusia dan fasilitas rumah sakit dinilai masih mencukupi. Namun, dukungan logistik tetap diberikan, termasuk pengiriman 20 tabung oksigen ke RSUD Datuk Beru dan RSUD Moyangkuta setelah dilaporkan adanya keterbatasan stok.
Terkait kondisi kesehatan pengungsi, Dinkes Aceh mencatat penyakit yang dominan saat ini adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), penyakit kulit, dan diare. Kasus ISPA tercatat hampir mencapai 10 ribu kasus di sembilan kabupaten/kota dengan lokasi pengungsian, disusul flu sebanyak 1.336 kasus. Selain itu, terdapat sembilan kasus campak yang menjadi perhatian serius karena berpotensi menular di lingkungan barak pengungsian.
“Kami sudah mengantisipasi dengan menempatkan tenaga surveilans dan melakukan pelokalan apabila ditemukan suspek campak, agar tidak terjadi penularan yang lebih luas,” ungkap Ferdiyus. Dinas Kesehatan Aceh juga terus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan melalui Pusat Krisis Kesehatan Nasional. Bantuan logistik kesehatan dan obat-obatan terus mengalir, baik dari pemerintah pusat maupun lembaga swadaya masyarakat.
“Harapan kami, dengan kerja bersama dan penguatan layanan kesehatan, tidak terjadi KLB, khususnya campak, di tengah situasi pascabanjir ini,” tutupnya.


















