Headline.co.id, Jakarta ~ Penguatan kebijakan gizi nasional kini memasuki fase penting seiring dengan meningkatnya perhatian publik terhadap isu gizi. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kementerian Kesehatan RI, Maria Endang Sumiwi, dalam acara Sosialisasi National Nutrition Review (NNR) 2025 di Jakarta, Kamis (11/12/2025). Menurut Maria, pengarusutamaan gizi telah menjadi bagian utama dari kebijakan kesehatan nasional. “Jika sebelumnya istilah PUG dikenal sebagai Pengarusutamaan Gender, kini juga menjadi Pengarusutamaan Gizi, seiring meningkatnya perhatian publik terhadap isu gizi dari spektrum negatif hingga positif. Ini momentum yang tidak biasa. Gizi kini menjadi percakapan sehari-hari, dari keluarga hingga lembaga pendidikan,” ujar Maria.
Maria menjelaskan bahwa momentum ini diperkuat oleh dua kebijakan strategis nasional, yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah diterbitkan, serta Perpres Percepatan Penurunan Stunting yang sedang dalam tahap finalisasi. “Kedua instrumen ini akan sangat powerful. Ini peluang besar untuk membangun arah kebijakan gizi yang lebih kuat dan terstruktur,” tambahnya.
Lebih lanjut, Maria menyinggung temuan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang telah menjangkau lebih dari 62 juta penduduk. Ia menyampaikan bahwa masalah gizi tampak jelas pada setiap kelompok umur. Pemantauan mingguan menunjukkan temuan penting: 6,1 persen bayi yang diperiksa memiliki Berat lahir rendah (BBLR), 10 persen anak usia dua tahun mengalami anemia, dan empat dari lima masalah balita terkait status gizi seperti anemia, gizi kurang, underweight, hingga stunting.
Selain itu, Maria melanjutkan, 27 persen remaja mengalami anemia berdasarkan pemeriksaan hemoglobin, sementara pada kelompok dewasa dan lansia terlihat tren peningkatan overweight, obesitas, dan obesitas sentral. “Ini menunjukkan bahwa masalah gizi hadir di setiap kelompok umur. Kita sedang memanen dampak stunting masa lalu, yang kini berkontribusi pada tingginya prevalensi obesitas di usia dewasa,” jelasnya.
Maria menegaskan bahwa secara sistem, instrumen, dan standar nasional sebenarnya sudah memadai. Penimbangan rutin di posyandu, Assessment Gizi (AG) tahunan, serta program MBG menjadi fondasi kuat bagi tata kelola gizi nasional. “Yang menjadi pertanyaan kini adalah: bagaimana kita melaksanakannya? Di sinilah pentingnya review kritis melalui NNR agar langkah lima tahun ke depan benar-benar sistematis,” tuturnya.
Dalam Perpres MBG, Kementerian Kesehatan memegang peran penting, terutama dalam pengawasan keamanan pangan dan standar gizi, serta penetapan standar gizi nasional bersama kementerian dan lembaga terkait. “Meski ekosistem gizi makin multisektor, Kemenkes bertanggung jawab memastikan keselarasan standar dan kebijakan hingga ke tingkat daerah,” tegasnya.
Momentum MBG juga telah menggerakkan banyak pihak, mulai dari guru yang aktif memeriksa kualitas pangan anak, orang tua yang semakin memahami menu bergizi, hingga pemerintah daerah yang memastikan implementasi standar gizi berjalan optimal. “Kesempatan ini harus berbuah menjadi manfaat terbaik bagi masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Dalam forum NNR 2025 ini, Maria juga mendorong seluruh pakar gizi dan mitra pembangunan untuk memberikan masukan kritis atas hasil temuan NNR 2025. “Para ahli gizi terbaik ada di ruangan ini. Saya berharap diskusi hari ini menghasilkan rekomendasi yang kuat untuk lima tahun ke depan,” pungkasnya.




















