Headline.co.id, Jakarta ~ Presiden Prabowo Subianto telah mengesahkan perjanjian ekstradisi Republik Indonesia dan Federasi Rusia melalui penerbitan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2025. Pengesahan ini dilakukan pada 29 Oktober 2025 di Jakarta, sebagaimana dilaporkan oleh Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Kementerian Sekretariat Negara. Undang-undang ini menjadi dasar hukum domestik untuk ratifikasi perjanjian bilateral yang bertujuan memperkuat kerja sama penegakan hukum kedua negara, terutama dalam menangani kejahatan lintas batas.
Perjanjian ekstradisi ini sebelumnya telah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia pada 31 Maret 2023 di Bali. Pengesahan perjanjian ini dilakukan berdasarkan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan Presiden RI. Pasal 1 dari UU Nomor 19 Tahun 2025 menyatakan bahwa perjanjian ekstradisi tersebut disahkan, dengan salinan naskah aslinya dalam bahasa Indonesia, Rusia, dan Inggris yang terlampir dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari undang-undang tersebut.
Penerbitan undang-undang ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional perlu menjalin hubungan dan kerja sama internasional. Dalam penjelasan umum undang-undang tersebut, disebutkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dalam bidang transportasi, komunikasi, dan informasi, telah membuat batas antar negara seolah-olah tidak ada. Kondisi ini memberikan peluang lebih besar bagi tersangka atau pelaku tindak pidana untuk melarikan diri dari proses hukum.
Perjanjian ekstradisi ini diharapkan dapat memperkuat hubungan dan kerja sama kedua negara dalam penegakan hukum berdasarkan prinsip saling menguntungkan. Selain itu, perjanjian ini juga melengkapi kerja sama sebelumnya, yaitu Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 5 Tahun 2021. Perjanjian ekstradisi yang disahkan melalui UU Nomor 19 Tahun 2025 ini mengatur beberapa hal penting dalam pelaksanaan ekstradisi, termasuk kewajiban untuk mengekstradisi atau menyerahkan pelaku tindak pidana.
Selain itu, aturan tersebut juga memuat jenis tindak kejahatan yang dapat diekstradisikan, alasan penolakan ekstradisi, permintaan dan dokumen pendukung yang diperlukan, serta pengaturan penyerahan pelaku.



















