Headline.co.id, Denpasar ~ Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menekankan pentingnya sertifikasi tanah dalam memberikan kepastian hukum dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini disampaikan saat ia menyerahkan 36 sertifikat tanah kepada 16 penerima dalam Rapat Koordinasi Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Bali yang berlangsung di Gedung Wisma Sabha, Kantor Gubernur Bali, Denpasar.
Menteri Nusron Wahid menjelaskan bahwa sektor pertanahan terus menunjukkan kontribusi positif terhadap ekonomi. Sepanjang tahun 2024, Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB) mencapai Rp1,438 triliun, dan dari Januari hingga Oktober 2025, angkanya telah mencapai Rp1,290 triliun. “Year on year kita meningkat,” ujar Nusron dalam siaran pers yang diterima pada Kamis (27/11/2025).
Selain BPHTB, penggunaan sertifikat tanah sebagai instrumen pembiayaan melalui Hak Tanggungan juga mengalami peningkatan signifikan. Tahun lalu, nilai perputaran ekonominya mencapai Rp27 triliun, dan hingga Oktober 2025, sudah mencapai Rp36,3 triliun. “Artinya manfaat sertipikasi tanah kemudian diputar untuk investasi nilainya sebesar itu. Tanpa adanya sertifikat bank tidak mau,” tegas Nusron.
Di Bali, pendaftaran tanah secara administratif telah mencapai 100 persen. Namun, masih ada bidang tanah yang belum bersertifikat, yang berpotensi menimbulkan sengketa, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Nusron Wahid meminta pemerintah daerah memastikan kelompok rentan tidak tertinggal dalam proses sertifikasi. “Bagi mereka yang miskin dan masuk desil satu, desil dua, dibantu dibebaskan BPHTB-nya. Karena BPHTB ini kewenangan gubernur, supaya mereka bisa sertipikatkan tanahnya daripada nanti diserobot orang,” ujarnya.
Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali, I Made Daging, melaporkan bahwa sekitar 2,3 juta bidang tanah di Bali sudah terdaftar dalam sistem, menjadikan Bali sebagai Provinsi Lengkap dari sisi administrasi pertanahan. Namun, tantangan utama kini adalah legalisasi sertifikat, terutama untuk tanah masyarakat yang belum memiliki bukti hak formal.
Untuk mempercepat proses ini, Rakor GTRA Bali menghasilkan Penandatanganan Komitmen Bersama Sertifikasi Hak Atas Tanah BPN Provinsi Bali dan para kepala daerah, yang dilakukan di hadapan Menteri Nusron sebagai penegasan politik kebijakan pertanahan daerah. “Ini membutuhkan komitmen bersama seluruh stakeholder di Bali,” ujar Made Daging.
Sertifikat yang diserahkan mencakup berbagai kategori kepemilikan, seperti Sertifikat Barang Milik Daerah (BMD) milik Pemerintah Provinsi Bali dan sembilan pemerintah kabupaten/kota, sertifikat wakaf dan rumah ibadah termasuk pura, sertifikat organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama Denpasar, sertifikat hasil Redistribusi Tanah, dan sertifikat program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Pemerintah pusat menilai distribusi sertifikat ini memiliki dimensi strategis, baik dalam konteks perlindungan hak kepemilikan masyarakat maupun optimalisasi aset daerah untuk pembangunan. Nusron menegaskan bahwa sertifikasi tanah telah mengubah wajah ekonomi akar rumput, membuka akses ke pembiayaan, meningkatkan nilai aset, dan mendorong investasi produktif.
Dengan meningkatnya pemanfaatan Hak Tanggungan, bank mendorong modal ke sektor riil yang dikelola masyarakat, yang berdampak pada pertumbuhan usaha, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya beli lokal. Di Bali, yang berbasis budaya dan pariwisata, kepastian hukum lahan menjadi kunci bagi penguatan ekonomi berbasis komunitas. Sertifikat tanah menciptakan ruang aman bagi pengembangan usaha tradisional, UMKM, hingga kemitraan swasta.
Penyerahan sertifikat di Bali bukan sekadar seremoni administratif. Di balik dokumen berukuran 21×29 cm itu, terdapat akses ekonomi, perlindungan sosial, dan strategi pembangunan jangka panjang. Sertifikasi menjadi basis kepercayaan negara kepada warga, sekaligus pintu investasi yang nilainya terus bergerak naik.





















