Headline.co.id, Jakarta ~ Strategi untuk menciptakan konten yang dapat menembus halaman For You Page (FYP) terus mengalami perkembangan pesat. Kreator konten masa kini perlu memahami berbagai aspek seperti algoritma, arsitektur hook, pengelolaan emosi, dan etika dalam produksi konten. Hal ini disampaikan oleh Head Production Indonesia.go.id, Singgih Abiyuga, yang menekankan bahwa kesuksesan konten tidak hanya bergantung pada kreativitas, tetapi juga pada kombinasi seni dan ilmu pengetahuan.
Singgih menggambarkan proses ini dengan analogi sederhana, yaitu membuat teh. “Meski terlihat mudah, perbedaan urutan dan keputusan di setiap ‘cabang’ dapat menghasilkan output yang berbeda,” ujarnya dalam acara SOHIB Berkelas “Smart Social Media: Inovasi, Efisiensi, dan Aksi” yang berlangsung pada Kamis (27/11/2025) di Kota Batam, Kepulauan Riau. Konsep percabangan ini penting karena algoritma media sosial bekerja dengan logika serupa, di mana perubahan kecil pada input dapat menyebabkan perubahan besar pada performa konten.
Lebih lanjut, Singgih menekankan bahwa algoritma tidak memedulikan siapa kreatornya, tetapi lebih pada bagaimana otak manusia merespons dalam tiga detik pertama. Ada empat jenis hook yang efektif untuk menarik perhatian audiens sejak awal, yaitu cognitive dissonance hook, incomplete loop hook, status threat hook, dan pattern violation hook. Keempat pendekatan ini dinilai mampu menciptakan kejutan kognitif, rasa ingin tahu, dan pemutusan pola yang dapat meningkatkan retensi penonton.
Selain hook utama, Singgih juga menekankan pentingnya penggunaan micro-hooks setiap 7–12 detik untuk mempertahankan perhatian penonton sepanjang durasi konten. Ia juga membahas integrasi vibes dan storytelling sebagai dua pendekatan yang saling melengkapi. Generasi saat ini cenderung merespons suasana (vibes) sebelum alur cerita, sehingga pendekatan hibrida yang menggabungkan vibes sebagai pembungkus dan narasi sebagai inti menjadi strategi unggulan.
Singgih juga menyoroti pentingnya menjalankan strategi konten secara etis. Ia membedakan sustainable virality yang membangun kepercayaan dan nilai jangka panjang, dengan extractive virality yang hanya mengejar klik melalui misinformasi, clickbait, dan pemanfaatan emosi negatif. “FYP adalah alat untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Fokus utama seharusnya adalah membangun komunitas yang terlibat dan relevan,” tegas Singgih.





















