Headline.co.id, Jakarta ~ Pusat Studi Terorisme di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) menegaskan komitmennya dalam memperkuat upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme. Hal ini dilakukan melalui program kerja yang berbasis riset, pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat. Kepala Pusat Studi Terorisme PTIK, Komjen Pol. (P.) Prof. Dr. H.M. Rycko Amelza Dahniel, M.Si., menyampaikan hal ini dalam sebuah pemaparan resmi yang didasarkan pada data historis, kajian ilmiah, dan strategi nasional penanggulangan ekstremisme.
Dalam presentasinya, Prof. Rycko menekankan bahwa radikalisme dan terorisme adalah ancaman nyata bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan peradaban umat manusia. Ia menjelaskan bahwa radikalisme berawal dari intoleransi terhadap perbedaan, yang kemudian berkembang menjadi ideologi kekerasan. “Radikalisme dan terorisme tidak sesuai dengan kehidupan kebangsaan Indonesia yang dibangun dari keberagaman. Paham ini merusak peradaban, mengajarkan kebencian, kekerasan, bahkan mengeksploitasi perempuan dan anak,” tegasnya.
Prof. Rycko menjelaskan bahwa terorisme merupakan kelanjutan dari radikalisme yang menyebarkan ketakutan melalui serangan senjata, bom, dan tindakan kekejian lainnya. Ia juga menyoroti bahwa kelompok radikal sering memanipulasi simbol agama untuk merekrut pengikut dan melakukan proses radikalisasi. Data riset dari BNPT dan I-KHub menunjukkan adanya perubahan pola serangan terorisme dari pendekatan keras menjadi pendekatan lunak, dengan fokus pada perempuan, anak, dan remaja sebagai target utama radikalisasi.
“Gerakan radikalisasi kini banyak menyasar perempuan, remaja, dan anak. Mereka menjadi target karena dianggap mudah dipengaruhi dan berperan dalam regenerasi ideologis,” jelas Prof. Rycko. Ia juga menekankan pentingnya pendidikan kebangsaan sebagai fondasi ketahanan bangsa, yang membangun rasa persatuan, cinta tanah air, dan kewaspadaan nasional.
Program kerja Pusat Studi Terorisme PTIK didasarkan pada Tridarma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan dan pengajaran, penelitian, serta pengabdian masyarakat. Dalam bidang pendidikan, mereka mengembangkan mata kuliah S1–S3, kuliah umum, seminar, hingga kunjungan edukatif ke Museum Penanggulangan Terorisme BNPT. Untuk penelitian, mereka bekerja sama dengan peneliti BNPT dan memperluas riset berbasis data I-KHub yang memuat lebih dari 800 putusan terkait tindak pidana terorisme. Dalam pengabdian masyarakat, mereka berkolaborasi dengan Duta Damai, FKPT, Sekolah Damai, Kampus Kebangsaan, Desa Siap Siaga, serta pendampingan keluarga mitra deradikalisasi.
Prof. Rycko juga menekankan bahwa Pusat Studi Terorisme PTIK akan terus memperkuat kerja sama kelembagaan melalui perjanjian kerja sama (PKS) dengan BNPT, Densus 88, dan berbagai pemangku kepentingan nasional maupun internasional. Di akhir pemaparannya, Prof. Rycko kembali menegaskan peran pendidikan dan ilmu pengetahuan sebagai kunci utama dalam memutus mata rantai radikalisme. “Ilmu itu adalah peninggalan yang paling utama, dan beramal dengannya merupakan kehormatan yang paling sempurna. Dengan pendidikan dan pengetahuan, kita dapat melawan radikalisme dan membangun Indonesia yang damai,” ungkapnya.






