Headline.co.id, Jakarta ~ Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga/BKKBN), Wihaji, menegaskan bahwa Peta Jalan Pembangunan Kependudukan (PJPK) 2025–2029 harus memberikan dampak nyata bagi masyarakat dan tidak hanya menjadi dokumen administratif. Pernyataan ini disampaikan dalam acara peluncuran PJPK 2025–2029 yang berlangsung di Jakarta pada Rabu (19/11/2025). Wihaji menekankan bahwa pembangunan kependudukan memiliki peran penting untuk masa depan Indonesia, terutama dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045. “Kata kuncinya adalah data. Grand desain dimulai dari data, peta jalan dimulai dari data, dan harus selesai juga dengan data,” tegas Wihaji.
Ia menjelaskan bahwa 30 indikator PJPK akan menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk mengukur ketercapaian program secara objektif dan terukur. Mendukbangga juga mengingatkan pemerintah daerah agar tidak hanya menyalin indikator tanpa memahami substansi. “Kalau tidak hati-hati, outputnya hanya administratif dan copy–paste. Yang paling penting adalah dampaknya terlihat dan dirasakan masyarakat,” ujarnya. Indikator seperti prevalensi stunting, TFR, angka kematian ibu dan bayi, partisipasi angkatan kerja perempuan, hingga pertumbuhan ekonomi, disebut sebagai parameter pembangunan kependudukan yang harus dikerjakan secara presisi.
Wihaji menekankan bahwa keberhasilan PJPK memerlukan kolaborasi lintas kementerian dan lembaga. Selain empat kementerian utama penyusun PJPK yakni Kemenko PMK, Bappenas, Kemendukbangga/BKKBN, dan Kemendagri, ia menyoroti pentingnya keterlibatan Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Pendidikan, perguruan tinggi, serta dunia industri. “Kita ingin membangun connecting impact generasi Z–milenial dengan dunia kerja. Banyak anak muda hari ini galau, dan negara wajib hadir memberi ruang dan peluang,” ujar Menteri Wihaji.
Dalam kesempatan tersebut, Wihaji mengumumkan bahwa pemerintah menyiapkan insentif nasional untuk daerah yang berhasil memenuhi indikator PJPK. Insentif tersebut akan difasilitasi melalui Kemendagri dengan dukungan anggaran dari Kementerian Keuangan. “Daerah yang mampu memenuhi indikator akan mendapatkan insentif minimal Rp5 miliar hingga Rp15 miliar. Ini bentuk apresiasi pemerintah pusat,” ungkapnya. Skema insentif ini diharapkan dapat memacu semangat daerah untuk mengelola isu kependudukan secara lebih presisi, adaptif, dan berbasis data.
Mendukbangga juga menekankan bahwa PJPK 2025–2029 bukan hanya kerangka kebijakan, tetapi harus diterjemahkan menjadi program nyata yang “membumi”. “Saya ulangi, ini harus membumi. Jangan sampai frame tanpa work, atau work tanpa frame,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa setiap indikator, termasuk TFR, stunting, AKI, AKB, dan partisipasi angkatan kerja, harus diterjemahkan ke langkah kerja teknis yang jelas.
Wihaji juga menyampaikan apresiasi kepada Bappenas, Kemendagri, Kemenko PMK, UNFPA, serta seluruh akademisi dan mitra pembangunan yang telah berkolaborasi menyusun PJPK. “Jika kita kerjakan dengan presisi, disiplin, dan kesungguhan, maka manfaatnya akan nyata. Peta jalan kependudukan ini harus dirasakan masyarakat,” pungkasnya.





















