Headline.co.id, Medan ~ Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menekankan pentingnya penerapan standar nasional untuk konten komunikasi publik di seluruh instansi pemerintah. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi informasi dan efektivitas penyebaran pesan pembangunan kepada masyarakat. Ketua Tim Penyusun Kebijakan dan Standardisasi Bidang Komunikasi Publik Kemkomdigi, Mulyani, menyatakan bahwa perbedaan kualitas konten antarinstansi masih menjadi kendala dalam penyampaian informasi publik yang optimal.
Mulyani mengungkapkan, hasil survei Badan Pusat Statistik tahun 2022 menunjukkan bahwa 58 persen masyarakat merasa informasi dari pemerintah kurang jelas dan tidak terdistribusi dengan baik. Hal ini berpotensi menimbulkan kesenjangan pemahaman di masyarakat terkait program-program prioritas pemerintah. Pernyataan ini disampaikan Mulyani dalam kegiatan Bimbingan Teknis Standardisasi Konten Program Prioritas Nasional Wilayah Barat di Medan, Selasa (11/11/2025).
Ia menegaskan bahwa kebijakan standardisasi konten adalah tindak lanjut dari Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-undang ini mewajibkan badan publik untuk menyediakan informasi yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. “Artinya, setiap konten yang diproduksi pemerintah harus didasarkan pada informasi yang akurat, terpercaya, dan bebas dari berita palsu,” ujarnya.
Mulyani menambahkan bahwa penerapan standar konten nasional diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 4 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Konkuren Bidang Komunikasi dan Informatika. Regulasi ini mengharuskan setiap pemerintah daerah membentuk tim penyusun konten yang bertugas menilai kelayakan dan memastikan kesesuaian informasi dengan strategi komunikasi publik nasional. “Dinas melaksanakan penyusunan konten sesuai dengan kewenangan dan hasil strategi komunikasi publik, serta membentuk tim penyusun konten yang menetapkan kelayakan konten sesuai standar yang ditetapkan oleh Menteri,” jelasnya.
Selain itu, Mulyani menekankan pentingnya penguatan kapasitas sumber daya manusia komunikasi publik (SDMKP), kemitraan dengan komunitas informasi masyarakat, serta relasi media dalam mendukung penyebaran konten pemerintah yang konsisten dan kredibel. Menurutnya, konten yang tayang di kanal resmi pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus memenuhi standar kualitas sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 ayat (6) peraturan tersebut.
Sementara itu, Akademisi Universitas Padjadjaran dan Praktisi Media Sosial, Ira Mirawati, menilai bahwa penerapan standardisasi konten komunikasi publik penting untuk mewujudkan one government voice atau satu suara pemerintah dalam penyampaian informasi kebijakan di era digital. Ia juga mengungkapkan bahwa fragmentasi informasi antarinstansi masih menjadi tantangan besar dalam membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah. “Fragmentasi informasi antar lembaga dan rendahnya kualitas penyampaian pesan membuat publik sering menerima informasi yang tidak konsisten. Standardisasi konten hadir untuk menjamin keseragaman, keterpaduan, dan akuntabilitas informasi kebijakan pemerintah,” ujar Ira Mirawati dalam paparannya.
Ira menjelaskan bahwa tujuan utama kebijakan ini adalah mendukung efektivitas pelaksanaan Program Prioritas Pemerintah sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2025–2029, dengan memastikan setiap pesan publik berbasis data, mudah dipahami, dan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok disabilitas serta wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Menurut Ira, prinsip-prinsip utama standardisasi konten mencakup keterpaduan pesan (one government voice), akurasi dan kredibilitas berbasis data, transparansi dan akuntabilitas, serta kepatuhan terhadap etika komunikasi publik.
Lebih lanjut, Ira menekankan pentingnya membangun komunikasi publik yang partisipatif dan edukatif dengan memperhatikan perilaku digital masyarakat. Pemerintah, kata dia, perlu memahami siapa penerima utama pesan, saluran komunikasi yang mereka gunakan, dan cara efektif menjangkau mereka. “Setiap program perlu menjawab pertanyaan publik yang paling mendasar: apa masalahnya, apa solusi pemerintah, apa manfaatnya bagi saya, dan bagaimana masyarakat dapat berpartisipasi,” ujarnya.
Ia juga menyoroti perlunya validasi konten sebelum disiarkan di kanal resmi pemerintah. Setiap pesan publik, kata Ira, harus melewati uji akurasi, kepatuhan hukum, dan sensitivitas sosial agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. “Validasi substansi dan pengesahan akhir wajib dilakukan oleh pejabat berwenang untuk memastikan konten yang dipublikasikan benar, sah, dan layak tayang,” ungkapnya.
Ira menambahkan bahwa praktik komunikasi pemerintah di era digital menuntut integrasi lintas kanal dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk media massa dan komunitas digital, agar pesan pembangunan tersampaikan secara kredibel dan berkelanjutan. “Standardisasi konten bukan hanya soal format dan gaya bahasa, tetapi soal tanggung jawab komunikasi publik agar masyarakat mendapat informasi yang benar, konsisten, dan bermanfaat,” tutup Akademisi Universitas Padjadjaran.


















