Headline.co.id, Klaten ~ Indonesia telah dinyatakan bebas dari polio sejak tahun 2014. Namun, kemunculan kembali kasus polio di Klaten pada akhir tahun 2023 menjadi pengingat bahwa ancaman penyakit ini belum sepenuhnya hilang. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, Pusat Kedokteran Tropis (PKT) FK-KMK UGM memulai proyek film dokumenter sejak tahun 2023. Film berjudul “Langkah Akhir: Sisa Bayang Polio di Indonesia” ini ditayangkan perdana pada Jumat, 31 Oktober di Institut Français d’Indonésie (IFI) Yogyakarta.
Film berdurasi 27 menit ini merupakan hasil produksi dari Synthesis and Translation of Research and Innovation in Polio Eradication (STRIPE), dengan dukungan dana dari The Bill & Melinda Gates Foundation melalui University of Alabama at Birmingham yang bekerja sama dengan PKT. Dokumenter ini tidak hanya menyampaikan pesan ilmiah, tetapi juga menggugah empati penonton terhadap perjuangan penyintas polio di Indonesia.
Film “Langkah Akhir” menampilkan kisah Najwa, seorang gadis kecil berusia 6 tahun dari Klaten yang didiagnosis polio pada usia 3 tahun. Penonton diajak mengikuti perjalanan keluarga Najwa dari rumah ke rumah sakit, dari harapan hingga ketakutan akibat stigma masyarakat yang menganggap mereka sebagai pembawa penyakit. Mat Zahran, ayah Najwa, menyentuh hati penonton dengan ucapannya, “Saya malu. Orang-orang takut datang ke rumah. Saya bahkan sempat ingin pulang ke Madura saja.” Kisah keluarga ini menunjukkan bahwa perjuangan melawan polio bukan hanya soal medis, tetapi juga menghadapi stigma sosial.
Selain Najwa, film ini juga menyoroti perjalanan inspiratif Sutiayah, atau dikenal sebagai Mbak Ayah, seorang penyintas polio dari Gunung Kidul yang berprestasi sebagai atlet difabel. “Dulu orang tua teman-teman saya takut anak mereka main sama saya,” ujarnya dalam salah satu cuplikan. Namun, pengalaman tersebut justru menumbuhkan optimisme dalam dirinya. “Saya ingin anak saya bangga punya orang tua difabel,” tuturnya. Perjalanan Mbak Ayah membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk berprestasi dan menginspirasi.
Prof. dr. Yodi Mahendradhata, Dekan FK-KMK UGM, sebagai penanggung jawab utama proyek STRIPE Indonesia, menegaskan pentingnya kewaspadaan terhadap kemunculan kasus polio. Menurutnya, keberhasilan Indonesia dalam mempertahankan status bebas polio harus disertai dengan kewaspadaan dan kerja sama lintas sektor. Pernyataan ini menegaskan bahwa perjuangan melawan polio adalah tanggung jawab semua pihak.
Sesi diskusi dipandu oleh Dr. I Made Andi Arsana, menghadirkan Dr. dr. Riris Andono Ahmad sebagai penanggung jawab pendamping proyek STRIPE Indonesia; Lutfi Retno Wahyudyanti sebagai sutradara dari rumah produksi Banyu Mili; dr. Prima Yosephine, MKM sebagai Direktur Imunisasi Kementerian Kesehatan RI; serta Prof. Dr. dr. Elisabeth Siti Herini, Sp.A(K) dari RSUP Dr. Sardjito. Diskusi ini juga dihadiri oleh perwakilan Kementerian Kesehatan, WHO Indonesia, Rotary Club, akademisi, dan aktivis kesehatan yang berbagi pandangan tentang pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menangani kasus polio.
Menjelang akhir acara, suasana Studio IFI Yogyakarta dipenuhi rasa haru dan semangat untuk berkontribusi. Penonton turut berpartisipasi dalam penggalangan dana bagi para penyintas polio yang hadir di lokasi. Kegiatan penutup ini menjadi simbol nyata bahwa kepedulian dan gotong royong dapat menjadi langkah berarti untuk menciptakan dunia yang bebas dari polio.




















