Headline.co.id, Jogja ~ Kecanduan Narkoba Sering Kali Dianggap Sebagai Kegagalan Moral padahal sebenarnya merupakan penyakit kompleks yang mempengaruhi sistem saraf otak. Zat adiktif mengubah cara kerja sistem penghargaan di otak, yang mengatur rasa senang, dorongan untuk bertindak, dan kemampuan mengendalikan diri. Akibatnya, otak terus menuntut asupan zat tersebut, mendorong konsumsi yang tidak terkendali dan berulang. Tantangan ini membuat proses pemulihan dari kecanduan menjadi sangat sulit.
Dengan pemahaman tersebut, sekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan riset melalui Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM-KC). Di bawah bimbingan Ridwan Wicaksono, S.T., M.Eng., Ph.D., tim yang terdiri dari Melvino Rizky Putra Wahyudi, Dhimas Setya Adi Nugraha, Muhammad Basel Fawaz Sigit, Reza Hanif Firmansyah, dan Putri Eka Desintha, berupaya menciptakan sistem yang memandang rehabilitasi sebagai tantangan rekayasa yang dapat diintervensi secara ilmiah.
Melvino menjelaskan bahwa inovasi yang mereka kembangkan adalah sistem terapi canggih bernama “NeoSemar: Sistem Terpadu Pemulihan Kecanduan Narkoba dengan Transcranial Magnetic Stimulation (TMS) berbasis Pemantauan Electroencephalography (EEG).” “NeoSemar dirancang untuk berdialog langsung dengan otak dan membantu memulihkan fungsinya tanpa prosedur bedah,” ujar Melvino dalam keterangan yang dikirimkan kepada wartawan, Rabu (22/10).
Melvino menambahkan bahwa proyek riset PKM ini relevan dengan meningkatnya jumlah pengguna narkoba. Ia mengutip data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2023 yang menunjukkan lebih dari 3 juta penduduk Indonesia terjerat penyalahgunaan narkotika. “NeoSemar hadir sebagai solusi berbasis teknologi. Mengintegrasikan dua teknologi medis mutakhir, yakni TMS dan EEG, dalam satu sistem terpadu,” katanya.
Dhimas Setya Adi Nugraha menjelaskan mekanisme kerja alat tersebut, yang memanfaatkan kemampuan EEG untuk memindai aktivitas otak dan mengidentifikasi area yang mengalami disfungsi. Berdasarkan pemetaan tersebut, TMS menyalurkan gelombang elektromagnetik terfokus untuk menstimulasi dan menormalkan kembali sirkuit saraf yang terganggu. “Seluruh proses terapi dapat dipantau dari jarak jauh oleh tenaga medis melalui sistem berbasis Internet of Things (IoT), sehingga memberikan penanganan yang lebih personal dan efisien,” jelasnya.
Proyek pengembangan NeoSemar telah memperoleh ethical clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM. Persetujuan etik ini menandai validasi terhadap metodologi dan keamanan sistem terapi, sekaligus membuka jalan menuju tahap pengujian lebih lanjut. “Pengakuan ini menjadi progres signifikan yang telah dicapai oleh tim,” tegas Dhimas.
Dengan dukungan pendanaan dari Kemdiktisaintek RI melalui Belmawa, tim berharap agar NeoSemar tidak hanya menjadi pelengkap metode rehabilitasi yang ada, tetapi juga menjadi terobosan penting dalam terapi adiksi di Indonesia.





















