Headline.co.id, Jember ~ Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Lumajang telah memberikan dampak signifikan dalam meningkatkan gizi anak-anak serta memperkuat ekonomi lokal. Program ini menjadi contoh nyata bagaimana kebijakan publik di bidang sosial dapat memberikan efek berganda bagi masyarakat. Keberhasilan program ini dalam memadukan misi kemanusiaan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi lokal mendapat perhatian dari berbagai pihak.
Anggota Komisi IV DPR RI, Kawendra, menyampaikan apresiasi kepada masyarakat Lumajang yang telah mendukung pelaksanaan program MBG sejak awal. “Program ini adalah investasi jangka panjang bagi masa depan bangsa. Terima kasih kepada masyarakat Lumajang yang telah ikut memastikan anak-anak kita menerima haknya atas pangan bergizi,” ujar Kawendra dalam kegiatan Sosialisasi MBG di Pendopo Arya Wiraraja, Selasa (4/11/2025).
Kawendra menegaskan bahwa dukungan pemerintah pusat terhadap MBG tidak hanya berupa anggaran, tetapi juga melalui penguatan sistem distribusi agar makanan bergizi dapat tersalurkan secara merata, tepat sasaran, dan berkelanjutan. “MBG bukan program sesaat, melainkan pondasi untuk membangun generasi emas Indonesia,” tegasnya. Sinergi pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat diharapkan menjadikan Program MBG sebagai model nasional dalam pemenuhan gizi anak serta pembangunan ekonomi berbasis lokal.
Kepala Subbag TU Kantor Pelayanan Pemenuhan Gizi (KPPG) Jember, Suhaidi, menyoroti dampak ekonomi yang mulai dirasakan masyarakat Lumajang dari pelaksanaan program ini. Menurutnya, MBG telah membuka lapangan kerja baru melalui perekrutan tenaga lokal di setiap SPPG. “Sekarang banyak warga yang ikut terlibat sebagai relawan, tenaga pengolahan makanan, bahkan pemasok bahan pangan. Ini memberikan peluang ekonomi baru, terutama bagi perempuan dan kelompok masyarakat di pedesaan,” jelas Suhaidi.
Selain menciptakan lapangan kerja, program MBG juga memperkuat rantai pasok pangan lokal. Menu makanan yang disajikan memanfaatkan hasil bumi Lumajang seperti sayur-mayur, buah-buahan, dan bahan pangan tradisional. Dengan cara ini, petani lokal turut terdorong untuk meningkatkan produktivitasnya. “Ketika kita menggunakan bahan pangan dari petani Lumajang, uangnya tetap berputar di daerah. Anak-anak mendapatkan gizi, petani mendapatkan pasar, dan masyarakat memperoleh penghasilan. Inilah wujud nyata ekonomi yang berkeadilan,” tambahnya.
Program MBG juga menjadi wadah kolaborasi lintas sektor pemerintah, petani, pelaku usaha mikro, dan masyarakat. Pendekatan berbasis lokal tersebut tidak hanya memperkuat ketahanan pangan, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi yang berkelanjutan. Suhaidi menegaskan bahwa keberlanjutan program bergantung pada sinergi SPPG, kelompok tani, UMKM pangan, dan mitra distribusi. “Kita ingin MBG menjadi program yang hidup dari masyarakat, untuk masyarakat. Seluruh komponen daerah harus ikut memiliki program ini,” ujarnya.
Penerapan sistem distribusi berbasis produk lokal juga dinilai memperkuat kemandirian ekonomi desa. Pelaku UMKM pengolahan pangan, pemasok sayur, dan pengrajin alat masak tradisional kini mulai merasakan peningkatan permintaan berkat aktivitas di SPPG. “Ini bukan hanya soal memberi makan, tapi membangun roda ekonomi yang berputar dari desa ke desa. MBG menjadi motor penggerak bagi banyak sektor sekaligus,” kata Suhaidi.
Dari sisi sosial, masyarakat pun memberikan apresiasi terhadap keberlanjutan program ini. Para orang tua merasa tenang karena anak-anak mereka mendapat asupan bergizi secara rutin, sementara ekonomi keluarga juga terbantu melalui peluang kerja yang tercipta.























