Headline.co.id, Jakarta ~ Presiden Prabowo Subianto telah membentuk Komite Reformasi Polri untuk memperbaiki dan mereformasi institusi Polri. Langkah ini diambil karena masih adanya praktik kekerasan dan pelanggaran HAM di tubuh Polri. Insiden kematian Affan yang dilindas kendaraan taktis saat demonstrasi akhir Agustus lalu memicu kemarahan publik dan tuntutan reformasi Polri semakin menguat.
Achmad Munjid, M.A., Ph.D., Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) Universitas Gadjah Mada, menyambut baik inisiatif reformasi Polri ini jika dilakukan secara substansial. “Yang paling penting setelah ini direncanakan, dibentuk tim, itu bagaimana caranya supaya reformasi Polri itu betul-betul terlaksana dan terlaksana secara substansial,” ujarnya dalam wawancara di kantornya, Senin (29/9).
Munjid mengidentifikasi lima aspek yang perlu dibenahi dalam Polri, yaitu perbaikan model pendidikan Polri, penguatan pemahaman HAM, meritokrasi dalam rekrutmen, transparansi dan akuntabilitas lembaga, serta perlunya pengawasan kelembagaan. Menurutnya, pendekatan kekerasan yang sering digunakan aparat menunjukkan adanya masalah mendasar dalam pendidikan kepolisian.
Dalam penegakan hukum dan keamanan, Munjid menekankan pentingnya pemahaman HAM di semua tingkatan aparat kepolisian. “Tidak lagi menggunakan kekerasan sebagai pilihan yang dominan,” tambahnya. Ia juga menyoroti praktik kolusi dan nepotisme dalam rekrutmen Polri yang harus diubah menjadi sistem meritokrasi.
Transparansi dan akuntabilitas menjadi agenda penting dalam reformasi Polri. Munjid menjelaskan bahwa publik sering kali tidak dapat meminta pertanggungjawaban atas pelanggaran hukum oleh anggota kepolisian. Ia juga menekankan perlunya menghapus keterlibatan polisi dalam politik dan bisnis melalui perbaikan sistem pengawasan.
Munjid menegaskan bahwa reformasi Polri harus diiringi dengan reformasi lembaga penegak hukum lainnya agar supremasi hukum tidak hanya menjadi slogan kosong. Ia mengingatkan bahwa kekuatan anti-reformasi masih berjalan secara sistematis. Menurutnya, citra dan kepercayaan publik terhadap kepolisian saat ini berada di titik terendah.
Tanpa reformasi substansial, kepercayaan publik sulit dipulihkan dan penegakan hukum yang sudah buruk akan semakin terpuruk, yang dapat menjadi ancaman serius bagi bangsa. “Polri, termasuk para pimpinan dan pejabat terkait, harus bijaksana melihat reformasi ini sebagai kesempatan emas untuk mengemban tanggung jawab profesionalnya secara bermartabat,” tutup Munjid.




















