Headline.co.id (Sleman) — Pameran arsip bertajuk “Renjana Bhuwana” digelar di Pendopo Ambarukmo, Caturtunggal, Depok, Sleman, pada Jumat (24/10/2025) hingga Minggu (26/10/2025). Kegiatan ini menyoroti warisan nilai kepemimpinan, kemanusiaan, dan keseimbangan alam yang diwariskan oleh Sultan Hamengku Buwono VII selama masa tinggalnya di Pesanggrahan Ambarukmo. Pameran ini menghadirkan ratusan arsip tekstual dan visual serta instalasi berbasis alam, untuk menghidupkan kembali filosofi kepemimpinan Jawa yang berakar pada keseimbangan antara hati dan bumi.
Kurator pameran, Abdul Aziz Muzakkir, menjelaskan bahwa kegiatan ini tidak sekadar menampilkan artefak sejarah, melainkan juga berupaya menafsirkan ulang nilai-nilai kepemimpinan dan kemanusiaan agar tetap relevan di masa kini.
“Pameran ini menampilkan hubungan antara sejarah kebangsaan yang nasionalistik dengan jiwa estetik para seniman yang hidup pada masa itu di kompleks Kedaton Ambarukmo,” ujarnya, Minggu (26/10/2025).
Pameran “Renjana Bhuwana” mengusung konsep yang menggabungkan elemen budaya dan alam. Instalasi pameran menggunakan material alami seperti kain, kayu, janur, dan bunga untuk memperkuat makna keseimbangan antara dimensi batin manusia (renjana) dan tatanan alam semesta (bhuwana). Melalui pendekatan tersebut, pengunjung diajak untuk merenungkan kembali makna kepemimpinan yang berpijak pada keluhuran budi, kebijaksanaan, serta harmoni antara manusia dan lingkungan.
Arsip yang ditampilkan bersumber dari buku Ambarrukmo: Jati Diri dan Kebanggaan Bangsa karya Mikke Susanto dan Sri Margana, terbitan Royal Ambarrukmo Yogyakarta pada 2025. Buku tersebut menjadi rujukan utama dalam memahami peran Ambarukmo sebagai pesanggrahan, kedaton, sekaligus simbol kehormatan dan kebangsaan.
Aziz menegaskan bahwa konsep “Renjana Bhuwana” merupakan refleksi atas nilai-nilai luhur yang seharusnya tetap dijaga oleh generasi masa kini.
“Dalam tradisi Jawa, pemimpin ideal bukan hanya yang menguasai wilayah, tetapi yang mampu menyatukan hati dan bumi, manusia dan alam. Filosofi itu yang berusaha kami hidupkan kembali melalui pameran ini,” jelasnya.
Selain bernilai historis, pameran ini juga memiliki peran edukatif. Melalui arsip, visual, dan instalasi ruang, kegiatan ini berupaya menegaskan pentingnya memelihara nilai welas asih, kebijaksanaan, dan keseimbangan alam. Simbol-simbol filosofis di Pesanggrahan Ambarukmo, seperti ukiran bertuliskan huruf “Ha” dan “Ba”, juga menjadi bagian dari pesan moral yang menekankan makna kelapangan hati dan introspeksi diri seorang pemimpin.
Dengan kurasi yang mendalam dan pendekatan artistik yang kuat, “Renjana Bhuwana” tidak hanya menjadi ajang apresiasi seni dan budaya, tetapi juga ruang refleksi spiritual dan sosial bagi masyarakat modern. Aziz berharap, melalui kegiatan ini publik dapat memahami warisan kepemimpinan Sultan Hamengku Buwono VII sebagai teladan yang menekankan keseimbangan antara kekuasaan dan kemanusiaan.
“Kami berharap nilai-nilai luhur dari kepemimpinan Sultan HB VII dapat menjadi inspirasi bagi generasi sekarang dalam membangun kehidupan yang lebih arif dan harmonis,” tutup Aziz.




















