Headline.co.id (Jakarta) — Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menegaskan pentingnya diferensiasi dalam pengembangan ekonomi kreatif sebagai kunci untuk memperkuat sektor pariwisata nasional. Pesan itu ia sampaikan saat memberikan pidato kunci dalam The Top Tourism Leaders Forum di Hall 9 Nusantara International Convention Exhibition (NICE), Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Tangerang, Banten, Minggu (12/10/2025).
Menurut Bima, setiap daerah di Indonesia harus memiliki identitas dan karakter yang berbeda agar mampu bersaing di kancah pariwisata nasional maupun internasional. “Dengan 514 kabupaten dan kota, seharusnya ada 514 potensi, 514 identitas, dan 514 karakter daerah. Citra daerah tidak boleh stagnan hanya karena terus menggunakan tagline yang sama atau meniru daerah lain,” ujar Bima menegaskan.
Ia menilai, pengembangan pariwisata daerah tidak cukup hanya dengan mempercantik destinasi, tetapi juga perlu strategi city branding yang kuat dan khas. “Bapak-Ibu yang sangat paham branding, tolong ajari, tolong tukar pikiran, tolong diskusi dengan para aparat, kepala dinas pariwisata, dan juga kepala daerah tentang city branding karena ini kaitannya dengan pariwisata kuat sekali. City branding ini adalah citra,” ucapnya.
Dorongan untuk Kepala Daerah: Kelola Potensi Lokal Secara Kreatif
Bima Arya menekankan bahwa banyak destinasi tersembunyi di Indonesia yang dapat berkembang pesat jika kepala daerah memiliki semangat dan komitmen dalam mengelola potensi wilayahnya. Ia mendorong agar daerah tidak hanya fokus pada promosi, tetapi juga pada pembangunan ekosistem ekonomi kreatif yang mampu menghidupkan masyarakat di sekitarnya.
“Diferensiasi menjadi kunci dalam menghadirkan nilai tambah. Setiap daerah memiliki kekhasan, tinggal bagaimana kepala daerah dan masyarakat menggali dan mengelolanya secara kreatif,” ujar Bima.
Pengalaman Nyata: City Branding Bogor dan Transformasi Desa Wisata
Dalam forum itu, Bima juga membagikan pengalamannya ketika masih menjabat Wali Kota Bogor pada 2018. Ia mengisahkan upayanya mengembangkan kawasan Mulyaharja—sebuah wilayah dengan hamparan sawah hijau berlatar Gunung Salak—menjadi destinasi wisata baru yang berbasis komunitas.
“Kita bekerja keras melibatkan warga, mengedukasi ibu-ibu, mendidik para tour guide, dan komunitas supaya berkreasi di sana. Ini adalah salah satu kelurahan termiskin di Kota Bogor, dan saat ini, anak-anak muda serta ibu-ibu bisa hidup karena setiap akhir pekan ramai. Mereka buat sistem sendiri,” tutur Bima.
Dari pengalaman tersebut, ia menarik pelajaran bahwa membangun ekosistem pariwisata tidak bisa dilakukan secara instan. “Perlu kerja keras bersama untuk mengatasi hambatan kultural, struktural, dan infrastruktur,” katanya.
Sport Tourism: Inovasi yang Menggerakkan Ekonomi Lokal
Selain destinasi alam dan budaya, Bima juga mencontohkan pengembangan sport tourism di Kota Bogor melalui pembangunan jalur jogging sepanjang 4,3 kilometer di sekitar Istana dan Kebun Raya Bogor. Fasilitas itu kini menjadi ruang publik yang aktif dimanfaatkan warga dan berdampak pada peningkatan ekonomi pelaku usaha di sekitarnya.
“Sport tourism bukan hanya soal olahraga, tapi juga tentang menciptakan pengalaman, menghidupkan kawasan, dan menggerakkan ekonomi masyarakat,” ujar Bima menambahkan.
Membangun Citra Daerah Melalui Keberagaman
Dengan mengedepankan prinsip diferensiasi dan penguatan city branding, Bima Arya berharap pemerintah daerah dapat memanfaatkan potensi lokal untuk menciptakan daya tarik wisata yang berkelanjutan. Pendekatan tersebut, katanya, sejalan dengan semangat ekonomi kreatif yang menjadikan masyarakat sebagai aktor utama dalam pembangunan.
“Setiap daerah punya cerita, dan cerita itulah yang menjadi kekuatan. Jangan hanya jadi peniru, jadilah pelaku yang menciptakan citra,” pungkas Wamendagri.























