Hisab dan Hilal dalam Penentuan Awal Ramadan dan Idul Fitri: Pengertian, Perbedaan, serta Pandangan Ulama ~ Headline.co.id (Jakarta). Penentuan awal Ramadan, Syawal (Idul Fitri), dan Zulhijah (Idul Adha) dalam Islam selalu menjadi topik hangat, terutama terkait dua metode utama yaitu hisab (perhitungan astronomi) dan rukyatul hilal (pengamatan bulan sabit).
Baca juga: Kapan Waktu Terbaik untuk Sahur? Ini Jawaban Menurut Imam Lintas Mazhab
Keduanya memiliki dasar syar’i dan sejarah panjang, tetapi sering menimbulkan perdebatan di kalangan umat Muslim. Berikut ulasan lengkapnya berdasarkan perspektif ulama dan ahli falak.
Pengertian Hisab dan Hilal
Hisab (الحساب)
Hisab secara bahasa berarti “perhitungan”. Dalam konteks penanggalan Islam, hisab adalah metode menentukan awal bulan hijriyah melalui perhitungan astronomi(ilmu falak) yang memprediksi posisi bulan dan matahari. Hisab mengandalkan data matematis seperti:
Baca juga: Hikmah di Balik Sunnah Berbuka dan Sahur, Sudahkah Kita Mengamalkannya?
Hisab terbagi menjadi dua jenis:
- Hisab Urfi: Metode konvensional dengan siklus 30/29 hari tanpa memperhitungkan posisi bulan sebenarnya.
- Hisab Hakiki: Metode berbasis astronomi modern yang menghitung posisi bulan secara akurat.
Hilal (الهلال)
Hilal adalah bulan sabit pertama yang terlihat setelah ijtimak, menandai awal bulan hijriyah. Rukyatul hilal adalah aktivitas mengamati hilal secara langsung dengan mata atau alat bantu seperti teleskop. Metode ini merujuk pada hadis Nabi Muhammad SAW:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ
“Berpuasalah karena melihat hilal, dan berbukalah (Idul Fitri) karena melihatnya.” (HR. Bukhari & Muslim).
Baca juga: Bagaimana Hukum Pekerjaan yang Bersinggungan dengan Ritual Keagamaan Non-Muslim?
Perbedaan Hisab dan Hilal
Aspek dasar: Hisab dari perhitungan matematis-astronomi, sedangkan Hilal berdasarkan pengamatan visual bulan sabit.
Kriteria: Hisab mengacu pada data ilmiah. Sedangkan Hilal mengacu pada visibilitas bulan.
Waktu Penentuan: Hisab bisa dilakukan sebelum bulan baru. Sementara Hilal dilakukan setelah matahari terbenam pada hari ke-29.
Akurasi: Hisab lebih konsisten dan terukur. Sedangkan Hilal bergantung pada kondisi cuaca.
Baca juga: Fadilah Keutamaan 10 Hari Awal Ramadan: Momentum Awal Penuh Rahmat dan Ampunan
Pandangan Ulama dan Mazhab
Perbedaan pendapat tentang hisab vs hilal telah ada sejak era klasik. Mazhab Syafi’i mengutamakan rukyatul hilal sebagai metode utama, sesuai zahir hadis. Hisab hanya digunakan jika hilal tidak terlihat (misal: mendung). Imam Nawawi menegaskan: “Kesepakatan ulama menyatakan bahwa hisab tidak boleh digunakan untuk menentukan puasa.”
Sementara Mazhab Hanafi menerima hisab jika hilal mustahil terlihat (misal: berdasarkan ilmu pasti). Ibnu Abidin menyatakan: “Jika ahli hisab bersepakat bahwa bulan tidak mungkin terlihat, maka hisab bisa dijadikan patokan.”
Baca juga: Waktu Terbaik untuk Sahur Menurut Sunnah, Momen untuk Optimalkan Keberkahan Ramadan
Berbeda dengan Mazhab Maliki yang menggabungkan hisab dan hilal. Jika hilal tidak terlihat, jumlah bulan digenapkan menjadi 30 hari (istikmal). Ulama kontemporer seperti Syaikh Yusuf Al-Qaradawi mendukung hisab modern karena akurasinya lebih tinggi.
Di Indonesia, Muhammadiyah menggunakan hisab hakiki wujudul hilal (bulan di atas ufuk saat matahari terbenam) tanpa perlu melihat fisik hilal. Sedangkan Nahdlatul Ulama berpegang pada rukyatul hilal dengan kriteria **imkanur rukyah (kemungkinan terlihatnya hilal).
Kriteria Visibilitas Hilal: Mengapa Ada Perbedaan?
Perbedaan penetapan Ramadan/Idul Fitri sering terjadi karena variasi kriteria visibilitas hilal:
- Arab Saudi: Menggunakan kriteria umur bulan lebih dari atau sama dengan 12 jam dan ketinggian lebih dari atau sama dengan 5 derajat.
- Kemenag Indonesia: Menggunakan kriteria imkanur rukyah MABIMS (tinggi bulan lebih dari atau sama dengan 3 derajat, elongasi lebih dari atau sama dengan 6.4 derajat).
- Oman: Menggunakan kriteria hilal terlihat dengan mata telanjang.
Baca juga: Hukum Sikat Gigi Saat Puasa Dalam Islam, Apakah Puasa Batal Atau Tidak?
Contoh kasus, pada 2023, Arab Saudi menetapkan 1 Ramadan 1444 H pada 23 Maret, sementara Indonesia pada 24 Maret karena perbedaan kriteria visibilitas.
Integrasi Hisab dan Hilal: Solusi untuk Persatuan?
Beberapa lembaga mengusulkan integrasi kedua metode. Pertama, hisab untuk prediksi awal menentukan wilayah potensi visibilitas hilal. Kedua, rukyat untuk menkonfirmasi hasil hisab dengan pengamatan.
Baca juga: Bagaimana Hukum Menangis Saat Puasa, Apakah Membatalkan Puasa Atau Tidak?
Kesimpulan
Hisab dan hilal sama-sama memiliki dasar syar’i dan ilmiah. Perbedaan kriteria terjadi karena variasi interpretasi teks hadis dan perkembangan ilmu falak. Toleransi diperlukan mengingat kedua metode bertujuan sama: menunaikan ibadah sesuai ketentuan Allah SWT.
Sebagaimana disampaikan Dr. Nidhal Guessoum (Astrofisikawan Muslim): “Ilmu hisab modern adalah anugerah Allah untuk memudahkan manusia. Namun, kita harus menghormati tradisi rukyat yang telah dijaga sejak zaman Nabi.”
Baca juga: Apa itu Hilal? Ini Pengertian Perpaduan Metode hingga Pendapat Para Ahli




















