Kekhawatiran ‘Armageddon Air’ Mencengkeram Dunia
Jakarta – Ancaman krisis air global kian mengkhawatirkan, memicu kekhawatiran akan perang yang berkepanjangan. Beberapa tokoh internasional dan lembaga otoritatif telah menyuarakan keresahan mereka.
Francis Galgano, profesor geografi dan lingkungan di Universitas Villanova, Pennsylvania, mengidentifikasi sembilan daerah aliran sungai internasional sebagai titik api potensial konflik. “Saya berharap saya salah, namun data mendukung skenario ini,” katanya.
Di kawasan Afrika, cekungan Sungai Nil menjadi perhatian utama. Galgano menyatakan, negara-negara riparian belum mencapai kesepakatan tentang pembangunan bendungan, yang berpotensi menimbulkan konsekuensi serius. Mesir telah menyatakan kesiapannya berperang karena Bendungan Grand Ethiopian Renaissance (GERD) diyakini akan mengurangi pasokan airnya.
Di Timur Tengah, titik api lainnya terletak pada alur Sungai Tigris-Efrat yang mencakup Turki, Suriah, dan Irak. Sikap tegas Turki dalam mengendalikan sumber daya air telah menimbulkan ketegangan dengan negara-negara tetangga.
Ketegangan juga membara di wilayah Himalaya akibat dominasi China yang mengganggu negara-negara pegunungan lainnya. Sungai Brahmaputra dan Sungai Indus di wilayah antara India, Pakistan, dan Nepal juga menjadi arena konflik potensial.
Meskipun air dapat menjadi pemicu perang, Stockholm International Water Institute (SIWI) menekankan bahwa air juga dapat menjadi jembatan menuju perdamaian. World Resources Institute memperingatkan bahwa kerugian ekonomi akibat krisis air global dapat mencapai US$70 triliun pada tahun 2050.
Dengan meningkatnya persaingan untuk mendapatkan sumber daya yang langka, dunia menghadapi tantangan besar untuk mencegah ‘armageddon air’ yang dapat menghancurkan peradaban.
sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20240906043810-4-569597/pd-3-minggir-kiamat-baru-segera-hantam-bumi-picu-9-peperangan.





















