Headline.co.id: Investasi AI di Indonesia Tertinggal, Raksasa Teknologi Pilih Malaysia
Jakarta – Indonesia masih belum menjadi destinasi investasi yang menarik bagi perusahaan teknologi global, khususnya dalam bidang kecerdasan buatan (AI). Para pemain utama seperti Google, Microsoft, dan Bytedance lebih memilih berinvestasi di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, dan Singapura.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengakui adanya kekurangan dalam upaya Indonesia menarik investasi asing. “Kita harus menyelidiki diri kita sendiri. Mungkin kita kurang agresif dalam mengejar investasi,” ujar Luhut dalam program Economic Update CNBC Indonesia.
Luhut mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi energi hijau yang melimpah untuk mendukung pengembangan pusat data AI. Hingga 2040, diperkirakan akan ada 58 gigawatt energi hijau yang tersedia di Indonesia.
“Energi hijau yang paling bisa diandalkan di kawasan itu Indonesia,” kata Luhut. “Saya baru di-brief oleh Dirut PLN, sampai tahun 2040 kita sudah akan meluncurkan 58 gigawatt. Dari hidropower, geothermal, solar panel, wind, dan sebagainya.”
Namun, Luhut mengakui bahwa potensi energi hijau Indonesia masih belum banyak diketahui oleh investor asing. “Mungkin masih belum banyak orang yang tahu,” ujarnya.
Pemerintah telah berupaya menyebarkan informasi tentang potensi energi hijau Indonesia. Luhut mencontohkan bagaimana ia telah mempromosikan potensi geothermal Indonesia kepada investor Amerika.
“Kemarin saya sudah bilang sama ada satu orang dari Amerika, karena di Virginia itu mereka punya AI center itu gede banget, dan itu semua green energy. Saya bilang, eh, kamu kalau mau bikin di region ini, look at Indonesia. Karena kami punya, akan segera ini masuk 58 gigawatt green energy,” tutur Luhut.
Luhut menegaskan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dan menekankan pentingnya kerja sama semua pihak untuk menarik investor asing. “Nobody can beat us. Yang penting kita satu,” ujarnya. “Jangan pikir ini sudah sempurna. Masih jauh dari sempurna. Nggak akan selesai dikerjakan satu presiden ini.”
Sementara itu, Ketua Asosiasi Data Center Indonesia (IDPRO) Hendra Suryakusuma menyatakan bahwa Malaysia memberikan insentif yang lebih menguntungkan bagi pelaku bisnis pusat data, termasuk perusahaan yang berfokus pada teknologi hijau.
“Kalau di Indonesia, ini memang belum terjadi tapi kalau pemerintah lewat RUU EBT berhasil memberikan tambahan insentif dari sisi green initiative, itu akan sangat mendorong tumbuhnya industri data center di Indonesia,” kata Hendra.
Bukti ketertinggalan Indonesia terlihat dari beberapa investasi besar perusahaan teknologi global yang memilih Malaysia sebagai lokasi. Berikut rinciannya:
* Google: Berinvestasi US$2 miliar untuk membangun pusat data dan wilayah cloud pertama di Malaysia.
* Microsoft: Berinvestasi US$2,2 miliar untuk ekspansi infrastruktur AI, lebih besar dari komitmennya di Indonesia sebesar US$1,7 miliar.
* Bytedance: Berencana berinvestasi US$2,13 miliar untuk membangun pusat data di Johor, Malaysia.
sumber: https://www.cnbcindonesia.com/tech/20240807080040-37-560984/luhut-yakin-ri-tak-terkalahkan-walau-tiktok-google-pilih-malaysia.




















