Headline.co.id, Jakarta ~ Pemerintah menargetkan percepatan pembangunan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP) agar dapat beroperasi pada semester pertama 2026. Program ini diharapkan mampu menyerap jutaan tenaga kerja di desa. KDMP dirancang sebagai bagian dari strategi nasional untuk memperkuat ekonomi desa, memotong rantai distribusi, dan menciptakan pusat ekonomi baru di seluruh Indonesia.
Sekretaris Kementerian Koperasi (Seskemenkop) RI, Ahmad Zabadi, menyatakan bahwa percepatan pembangunan KDMP dilakukan sesuai arahan Presiden. Targetnya adalah membentuk lebih dari 80 ribu unit koperasi yang berfungsi secara bertahap di seluruh desa dan kelurahan. “Kami berharap pada semester pertama 2026 sebagian besar target sudah tercapai, sehingga manfaatnya bisa segera dirasakan masyarakat secara nyata,” ujar Ahmad dalam diskusi Media Briefing DIKSI bersama insan pers di Jakarta, Rabu (17/12/2025).
Ahmad juga menanggapi isu yang beredar mengenai dugaan penahanan dana desa akibat kewajiban pembentukan KDMP. Ia menegaskan bahwa hingga saat ini tidak ada kebijakan penahanan dana desa yang terkait langsung dengan pembangunan Koperasi Desa Merah Putih. “Untuk saat ini, sumber pembiayaan pembangunan KDMP masih menggunakan skema perbankan melalui Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Dana desa, dana alokasi umum, maupun dana bagi hasil belum dieksekusi sebagai sumber pembiayaan langsung,” tegasnya.
Secara konseptual, KDMP diarahkan sebagai koperasi produktif multiusaha, bukan hanya koperasi simpan pinjam. KDMP memiliki dua fungsi utama. Pertama, sebagai instrumen distribusi kebutuhan pokok agar masyarakat desa dapat mengakses pupuk, LPG, pangan, obat-obatan, hingga energi dengan harga sesuai ketetapan pemerintah melalui pemangkasan rantai pasok yang selama ini terlalu panjang. “Kita ingin memotong peran perantara yang membuat harga di tingkat petani dan nelayan menjadi mahal. Dengan KDMP, distribusi bisa lebih efisien dan harga lebih adil,” jelasnya.
Kedua, KDMP berperan sebagai agregator ekonomi desa. Koperasi ini menghimpun petani, nelayan, dan pelaku usaha mikro untuk mendapatkan akses pembiayaan, fasilitas penyimpanan, pengolahan pascapanen, hingga pemasaran. Model ini diharapkan mendorong proses industrialisasi desa berbasis potensi lokal. Ahmad menegaskan bahwa keberadaan KDMP bukan untuk menggusur ritel modern, melainkan untuk membangun kemandirian ekonomi desa dengan mendorong produk lokal mengisi gerai-gerai koperasi. “Kita ingin kecap lokal, produk pangan lokal, hasil pertanian dan perikanan desa menjadi tuan rumah di wilayahnya sendiri. Dari situlah sentra-sentra ekonomi baru akan tumbuh,” ujarnya.
Dari sisi ketenagakerjaan, pemerintah memproyeksikan satu KDMP dapat menyerap rata-rata 20–30 tenaga kerja dari berbagai unit usaha, seperti gerai sembako, apotek, klinik, pergudangan, hingga logistik. Dengan target lebih dari 80 ribu unit, program ini berpotensi menciptakan jutaan lapangan kerja berkualitas di desa. Terkait sinergi lintas program, Ahmad menyebut KDMP juga diproyeksikan menjadi pemasok bahan baku lokal bagi Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Peran ini telah ditegaskan dalam Instruksi Presiden, sehingga koperasi desa dapat menjadi penghubung langsung petani, peternak, dan dapur MBG di daerah.
Selain itu, Kementerian Koperasi tengah menyiapkan kebijakan relaksasi dan restrukturisasi pembiayaan bagi koperasi terdampak bencana di wilayah Aceh dan Sumatra. Skema tersebut mencakup penjadwalan ulang kewajiban, penurunan suku bunga, hingga kebijakan khusus lainnya, setelah proses pendataan selesai dilakukan. “Fokus kami saat ini adalah pemulihan masyarakat terdampak. Setelah data terkonsolidasi, relaksasi pembiayaan akan segera dijalankan sebagaimana pengalaman penanganan krisis sebelumnya,” pungkas Ahmad.








