Headline.co.id, Jakarta ~ Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk memperkuat perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara menyeluruh, mulai dari tahap pra-penempatan, selama bekerja di luar negeri, hingga kepulangan mereka ke tanah air. Perlindungan ini tidak hanya dipandang sebagai urusan ekonomi, tetapi juga sebagai tanggung jawab negara terhadap warga yang berjuang untuk menghidupi keluarganya.
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI), Mukhtarudin, menekankan bahwa PMI bukanlah komoditas yang diperlakukan seperti barang, melainkan manusia yang harus dipersiapkan dan dilindungi secara bermartabat. “PMI itu bukan barang, tetapi manusia. Karena itu harus dipersiapkan sebaik mungkin dari hulu sampai hilir. Negara harus hadir,” ujar Mukhtarudin dalam acara penandatanganan nota kesepahaman KP2MI dengan sejumlah mitra strategis, termasuk Kementerian Komunikasi dan Digital, perguruan tinggi, serta dunia usaha, di Jakarta Selatan, Senin (15/12/2025).
Mukhtarudin menjelaskan bahwa transformasi kelembagaan dari BP2MI menjadi kementerian merupakan bentuk keseriusan Presiden dalam memastikan perlindungan PMI berjalan lebih kuat, terintegrasi, dan berkelanjutan. Fokus utama pemerintah diarahkan pada dua hal: peningkatan kualitas perlindungan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia PMI.
Dari sisi perlindungan, negara hadir sejak tahap awal melalui pengawasan informasi dan penanganan konten digital ilegal. Banyak calon PMI, kata Mukhtarudin, tertipu oleh iklan lowongan kerja palsu di media sosial. Oleh karena itu, kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital menjadi krusial, khususnya dalam menindak konten penipuan, melakukan patroli siber, serta memperkuat literasi digital. “Sebagian besar kasus penipuan PMI bermula dari iklan di media sosial. Di sinilah peran Komdigi sangat penting untuk penindakan cepat dan perlindungan data,” ujarnya.
Di sisi peningkatan kualitas SDM, pemerintah mendorong perubahan paradigma penempatan PMI. Ke depan, Indonesia tidak lagi hanya mengirim pekerja berkeahlian rendah, tetapi mulai menyiapkan PMI dengan keterampilan menengah hingga tinggi (middle dan middle-high skill) melalui pendidikan vokasi, pelatihan kerja, dan kemitraan dengan perguruan tinggi.
Salah satu langkah konkret adalah pengembangan Migran Center sebagai ekosistem terpadu penyiapan PMI. Hingga kini, pemerintah telah meresmikan delapan Migran Center, termasuk di Bandung dan Makassar. Pusat ini menjadi simpul layanan dari hulu ke hilir—mulai dari informasi, pelatihan, sertifikasi, pemeriksaan kesehatan, rekrutmen, hingga penempatan kerja. “Demand tenaga kerja luar negeri sangat tinggi, mencapai sekitar 350 ribu kebutuhan, tetapi yang bisa kita penuhi baru sekitar 20 persen. Tantangannya ada pada kesiapan kompetensi,” jelas Mukhtarudin.
Menurutnya, peluang kerja global justru terbuka lebar di tengah fenomena aging population di berbagai negara Eropa dan Asia. Indonesia, dengan bonus demografi, memiliki keunggulan tenaga kerja produktif. Tantangannya adalah memastikan link and match kurikulum pendidikan, kebutuhan pasar global, dan penempatan kerja.
Pemerintah pun mendorong peran aktif perguruan tinggi dan lembaga pelatihan untuk menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja internasional, termasuk penguasaan bahasa dan standar profesi. Dengan ekosistem ini, PMI diharapkan tidak hanya bekerja dengan aman dan layak, tetapi juga kembali ke tanah air sebagai sumber daya unggul yang berkontribusi pada pembangunan nasional. “Tujuan utama mereka bekerja adalah menghidupi keluarga. Dampak ekonomi itu bonus. Karena itu, PMI harus kita urus secara serius, manusiawi, dan bermartabat,” pungkas Mukhtarudin.





















