Headline.co.id, Jakarta ~ Jakarta. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyoroti pentingnya respons nasional yang lebih adaptif dalam menghadapi ancaman narkotika sintetis. Hal ini disampaikan dalam sidang sesi ke-68 Komisi PBB untuk Narkotika (CND) yang berlangsung di Wina, Austria. Kepala BNN RI, Komjen Suyudi Ario Seto, menekankan bahwa ancaman ini terutama datang dari nitazenes dan prekursor desainer yang berkembang pesat di berbagai belahan dunia.
Komjen Suyudi Ario Seto menyatakan bahwa Indonesia perlu memperkuat kapasitas laboratorium, sistem deteksi dini, dan standar toksikologi yang memadai. Langkah ini penting untuk mengantisipasi masuknya narkotika jenis baru dan mendukung model penjadwalan berbasis kelas bagi zat sintetis yang berisiko tinggi. “Penguatan ini sangat diperlukan untuk menghadapi ancaman narkotika sintetis,” ujar Kepala BNN, Kamis (11/12/2025).
Pada kesempatan tersebut, BNN RI mendapatkan apresiasi atas sikapnya yang tegas, konsisten, dan konstruktif dalam mendukung rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta komitmennya dalam meningkatkan kapasitas laboratorium nasional. Sidang ini juga membahas perkembangan implementasi tiga Konvensi Internasional Pengendalian Narkotika, tren global narkotika sintetis, rekomendasi teknis WHO, dan dinamika geopolitik yang mempengaruhi kebijakan narkotika internasional.
Dalam pembahasan implementasi konvensi, Badan PBB untuk urusan narkoba dan kejahatan (UNODC) mengungkapkan adanya lonjakan signifikan jumlah narkotika jenis baru atau New Psychoactive Substances (NPS) secara global. Jumlahnya meningkat dari 254 jenis menjadi lebih dari 1.400 jenis dalam satu dekade terakhir, termasuk 168 opioid sintetis yang telah terdeteksi. Tren ini sejalan dengan meningkatnya peredaran prekursor desainer dan kelompok zat sintetis baru seperti nitazenes, yang kini menjadi perhatian utama negara-negara anggota.






















