Headline.co.id, Bantul ~ Proses Pengeringan Merupakan Tahap Krusial Dalam Pembuatan Gerabah yang biasanya memakan waktu 3-4 hari. Namun, jika cuaca tidak mendukung, waktu pengeringan bisa mencapai satu minggu. Kondisi ini berdampak pada produktivitas dan keuntungan pengrajin, seperti yang dialami oleh Pitoyo, seorang pengrajin gerabah di Kasongan, Bantul. “Untuk mengeringkan gerabah dengan dijemur butuh beberapa hari agar bisa kering,” ungkapnya.
Untuk mengatasi masalah ini, tim mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penerapan Iptek (PKM-PI) menciptakan alat bernama Sistem Inovatif Pengering Gerabah Modern dan Andal (SIGMA). Tim ini dipimpin oleh Ahmad Herosa Harsam dari Teknologi Rekayasa Elektro, Sekolah Vokasi, dengan anggota Muhammad Rizky Mahfud, Althaf Muhammad Daffa, Luul Nur Azizah, dan Ayu Atikah, serta dibimbing oleh Ir. Ma’un Budiyanto, S.T., M.T, IPU.
Alat SIGMA bekerja dengan memanfaatkan perubahan kalor dari air panas menjadi uap panas yang disemburkan oleh kipas dalam ruangan, menjaga suhu 50-60 derajat Celsius. Proses pengeringan dapat diatur secara otomatis menggunakan timer yang dikendalikan oleh Arduino UNO dan ditampilkan pada LCD di panel box alat. “Tinggal mengatur waktu kemudian menekan start, nanti akan otomatis sistem di ruangan itu sudah dapat bekerja,” jelas Ahmad Herosa pada Rabu (5/11).
Alat ini mampu mengeringkan gerabah dalam waktu 7-8 jam dan dapat menampung 100-200 gerabah sekaligus, sehingga mempercepat proses produksi. Selain itu, alat ini menggunakan energi listrik dengan biaya operasional sekitar Rp10.000,00 per penggunaan. Ahmad Herosa berharap inovasi ini dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi Pak Pitoyo dan menjadi contoh bagi pengrajin gerabah lainnya. “Adanya alat tersebut, akan membuka pandangan yang lain bahwa memang teknologi Iptek penerapannya sangat diperlukan dalam berbagai kondisi,” ujarnya.
Muhammad Rizky, anggota tim, menambahkan bahwa teknologi yang digunakan SIGMA adalah teknologi sederhana yang mudah dioperasikan. “Jadi, kita terapkan teknologi sederhana yang juga tepat guna untuk permasalahan Pak Pitoyo,” katanya. Pak Pitoyo menyampaikan terima kasih kepada tim mahasiswa UGM setelah menggunakan alat tersebut. Ia mengungkapkan bahwa dengan SIGMA, proses pengeringan menjadi lebih cepat dan tidak menghambat proses pembakaran selanjutnya. “Saya merasakan hasil produksinya meningkat tanpa perlu takut ketika adanya cuaca yang tidak menentu,” tuturnya.
Melalui inovasi ini, tim PKM-PI SIGMA menegaskan bahwa penerapan teknologi Iptek dapat menjadi contoh nyata bahwa inovasi teknologi sederhana dapat membawa perubahan besar bagi masyarakat. “Adanya penerapan Iptek bisa menjadi percontohan bahwa dengan sistem sederhana pun bisa berdampak besar untuk orang lain di luar sana,” pungkasnya.




















