Headline.co.id, Bantul ~ Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 19 Bantul berperan penting dalam mengubah kehidupan anak-anak dari keluarga miskin ekstrem menjadi sumber daya manusia yang unggul, disiplin, dan mandiri. Melalui sistem pembinaan berbasis asrama, sekolah ini tidak hanya menekankan aspek akademik, tetapi juga penguatan karakter, pembiasaan hidup sehat, serta pembinaan moral dan spiritual.
Retnaningrum Retnaningtyas, Koordinator Wali Asrama SRMA 19 Bantul, menjelaskan bahwa pendekatan keasramaan dilakukan secara kolaboratif bersama para wali asuh.
“Kami berkolaborasi wali asrama dan wali asuh untuk memberikan pelayanan terbaik bagi anak-anak. Tugas kami memastikan kondisi asrama nyaman, bersih, dan kondusif, sekaligus membiasakan anak-anak hidup mandiri,” ujarnya kepada di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, pada Kamis (6/11/2025).
Sebagian besar siswa SRMA 19 Bantul berasal dari keluarga tidak mampu dengan kemampuan kemandirian yang masih terbatas. Melalui pola asrama, anak-anak dibina untuk terbiasa menjalani pembiasaan positif dari pagi hingga malam hari, mulai dari kegiatan keagamaan hingga keterampilan hidup sehari-hari (Activity Daily Living/ADL).
“Sejak pagi kami dampingi anak-anak untuk salat subuh, bahkan banyak yang dengan kesadaran sendiri ikut salat tahajud atau puasa Senin-Kamis. Setelah itu mereka mengikuti kegiatan belajar, ibadah, hingga piket kebersihan,” jelas Retnaningrum.
Pembiasaan kemandirian diterapkan secara bertahap. Siswa dilatih mencuci pakaian, menyetrika, mencuci peralatan makan, hingga menjaga kerapian kamar dan lingkungan. Kini, banyak siswa yang semula harus terus diingatkan, sudah memiliki kesadaran dan tanggung jawab pribadi.
“Dulu banyak yang malas-malasan, tapi sekarang mereka mulai sadar dan terbiasa. Bahkan ada yang jadi pelopor ketua asrama yang mengajak teman-temannya untuk ikut menjaga kebersihan dan disiplin,” tambahnya.
Di setiap asrama terdapat struktur organisasi siswa, seperti ketua asrama dan koordinator bidang keagamaan. Mereka menyusun jadwal piket harian secara mandiri. Jika ada yang melanggar kesepakatan, siswa lain akan memberikan sanksi sosial yang disepakati bersama, seperti membersihkan kamar mandi atau area umum. Pendekatan ini, menurut Retnaningrum, bukan hanya membentuk disiplin, tetapi juga melatih kepemimpinan, tanggung jawab, dan solidaritas sosial antarsiswa.
Selain itu, kegiatan bimbingan keasramaan dilakukan secara rutin untuk mengevaluasi perkembangan anak-anak, baik dari aspek kepribadian, kedisiplinan, maupun spiritual.
“Kami adakan bimbingan rutin untuk mengetahui kendala dan kemajuan anak-anak. Kalau ada yang masih malas atau belum nyaman, kami tangani bersama wali asuh. Pendekatannya kekeluargaan, karena kami juga berperan sebagai orang tua kedua bagi mereka,” ungkapnya.
Retnaningrum mengakui, tidak mudah mendampingi anak-anak dari latar belakang yang beragam. Beberapa siswa bahkan sempat tidak betah dan ingin keluar pada awal masa asrama. Namun, dengan pendekatan personal dan dukungan emosional, mereka akhirnya mampu beradaptasi dan berkembang.
“Kami bukan hanya pembimbing, tapi juga tempat anak-anak curhat. Kadang cerita soal keluarga, kesulitan, bahkan hal ringan seperti pertemanan atau rasa suka. Pendekatan seperti ini yang membuat mereka merasa diterima dan betah di asrama,” ujarnya.





















