Headline.co.id, Jakarta ~ Senator Agita Nurfianti dari Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Jawa Barat mengajukan sejumlah usulan penting dalam Rapat Kerja DPD RI dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek). Dalam rapat tersebut, Agita menekankan pentingnya kebijakan pendidikan tinggi yang lebih inklusif, terutama terkait pelaksanaan program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dan penerapan Tes Kemampuan Akademik (TKA) di perguruan tinggi negeri.
Agita mengungkapkan bahwa masih terdapat kendala dalam proses pengajuan KIP Kuliah, khususnya di beberapa perguruan tinggi di Jawa Barat. Ia menekankan perlunya komitmen dari universitas untuk tidak mempersulit mahasiswa dari keluarga kurang mampu dalam mendapatkan bantuan pendidikan. “Proses pengajuan KIP itu mohon bisa disosialisasikan kepada universitas-universitas untuk tidak mempersulit mahasiswa yang mengajukan. Karena saya di Jawa Barat menemukan masih ada yang mempersulit pengajuan program beasiswa KIP ini,” ujar Agita dalam siaran pers yang diterima InfoPublik, Selasa (4/11/2025).
Selain itu, Agita juga menyoroti pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang menjadi bagian dari proses penerimaan mahasiswa baru. Ia menanyakan kejelasan mengenai peran dan bobot TKA dalam seleksi perguruan tinggi negeri agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat. “Yang ingin saya tanyakan mengenai TKA, perannya seperti apa dalam proses penerimaan mahasiswa di universitas negeri? Karena TKA ini memang tidak diwajibkan diikuti oleh siswa, tetapi jika siswa ingin melanjutkan ke universitas negeri harus mengikuti TKA ini,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Diktisaintek Brian Yuliarto menjelaskan bahwa pelaksanaan TKA masih berada di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, bekerja sama dengan Kemendiktisaintek. Ia menegaskan bahwa untuk saat ini TKA belum menjadi faktor penentu langsung dalam proses penerimaan mahasiswa baru, melainkan digunakan sebagai data awal verifikasi akademik. “Saat ini TKA tidak dijadikan bahan pertimbangan langsung untuk penerimaan mahasiswa baru. Tes ini lebih berfungsi sebagai data verifikasi akademik,” jelas Brian.
Brian menambahkan bahwa TKA tidak dimaksudkan untuk membebani siswa, tetapi lebih sebagai bahan pembelajaran dan verifikasi agar nilai akademik siswa dapat lebih obyektif. “Namun untuk tahun ini, TKA belum menjadi faktor penentu seleksi,” lanjutnya. Agita menyambut baik penjelasan tersebut dan menegaskan pentingnya prinsip keadilan, transparansi, dan kemudahan akses dalam seluruh kebijakan pendidikan tinggi, baik yang menyangkut beasiswa maupun proses seleksi mahasiswa.
Sementara itu, Brian menambahkan bahwa Kemendiktisaintek berharap DPD RI dapat terus menjadi mitra strategis dalam menyalurkan aspirasi daerah dan melakukan pemantauan terhadap implementasi kebijakan pendidikan nasional. “Tim pemantauan bersama atau forum koordinasi dengan DPD RI dapat dibentuk untuk memperkuat sinergi antara kebijakan pendidikan nasional dengan kebutuhan daerah,” ujar Brian.
Rapat kerja antara Komite III DPD RI dan Kemendiktisaintek tersebut menjadi forum penting dalam memperkuat kolaborasi antara lembaga legislatif dan pemerintah untuk mewujudkan sistem pendidikan tinggi yang adil, adaptif, dan berpihak pada pemerataan kesempatan belajar di seluruh Indonesia.




















