Headline.co.id, Jogja ~ Dua gajah betina jinak di Taman Nasional Way Kambas dilaporkan mati dalam satu bulan terakhir. Gajah Sumatera bernama Dona dan Suli mengalami penurunan kondisi akibat infeksi parasit dan sirosis hati meskipun telah mendapatkan perawatan medis intensif. Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas menyatakan bahwa berbagai upaya telah dilakukan, namun kondisi kedua satwa dilindungi tersebut terus memburuk hingga akhirnya tidak dapat diselamatkan.
Menanggapi kejadian ini, Prof. Dr. drh. Raden Wisnu Nurcahyo dari Fakultas Kedokteran Hewan UGM menyatakan bahwa kematian gajah di Way Kambas bukanlah hal baru dan telah terjadi berulang kali selama bertahun-tahun. Ia menilai kematian Dona dan Suli sebagai peristiwa tragis karena keduanya adalah gajah dewasa, bukan anak gajah yang lebih rentan terhadap EEHV. Wisnu menduga infeksi parasit kronis menjadi penyebab utama karena gajah sering dimandikan di sungai yang memungkinkan paparan siput air pembawa cacing hati. “Makanya kasus kematian dua gajah itu karena infeksi cacing yang sudah diderita dengan cukup lama,” jelasnya pada Senin (24/11).
Wisnu menjelaskan bahwa gajah jinak di penangkaran lebih rentan dibandingkan dengan gajah liar, terutama karena kehilangan kemampuan alami untuk mencari tanaman obat. Kondisi ini membuat gajah penangkaran bergantung pada pakan yang tersedia dan obat-obatan medis. Ia menekankan perlunya pembenahan pola pemeliharaan agar tidak terjadi kematian berulang. “Kalau tidak diubah sistem pola dalam pemeliharaan gajah di PLG (Pusat Latihan Gajah), tragis nanti akan mati juga. Tentu perlu dibuat suatu sistem kesehatan gajah yang terintegrasi,” ujarnya.
Meskipun kondisi habitat Way Kambas dinilai cukup baik, Wisnu menegaskan bahwa kesehatan gajah tidak bisa dilepaskan dari hubungan ekologi lingkungan, satwa liar, hewan ternak, dan manusia. Aliran sungai yang tercemar parasit dari limbah ternak serta kebersihan lingkungan masyarakat dapat meningkatkan risiko infeksi. “Itu yang kita sebut One Health, kesehatan untuk semua,” paparnya.
Ia juga menyoroti keterbatasan fasilitas rumah sakit gajah di PLG Way Kambas, terutama terkait ketersediaan obat-obatan yang sangat dibutuhkan. Wisnu merekomendasikan langkah teknis seperti mengeringkan aliran sungai untuk memutus siklus hidup siput inang cacing, melakukan penyemenan area sungai agar siput mudah dideteksi, serta melakukan pemeriksaan feses dan darah secara rutin. “Tidak hanya saat ada kasus saja, setiap bulan perlu dilakukan pemeriksaan feses dan darah minimal sebulan sekali sebagai upaya pencegahan,” ujarnya.
Sebagai penutup, Wisnu menegaskan bahwa penguatan sistem kesehatan gajah harus dilakukan secara menyeluruh dengan pendekatan One Health. Kolaborasi dalam penyediaan obat, pengelolaan lingkungan, kontrol kualitas air, dan pembatasan interaksi pengunjung dinilai menjadi langkah penting untuk mencegah tragedi serupa terulang kembali. Ia berharap pendekatan terintegrasi ini dapat meningkatkan ketahanan kesehatan gajah di Taman Nasional Way Kambas.




















