Headline.co.id, Yogyakarta ~ Di era digital saat ini, kemampuan untuk memahami dan berperilaku secara etis di dunia maya menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindari. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Adhianty Nurjanah, seorang akademisi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dalam sebuah acara yang diadakan di kampus tersebut pada Rabu, 12 November 2025. Acara ini difasilitasi oleh Ditjen Komunikasi Publik dan Media, Kementerian Komunikasi dan Digital RI (Kemkomdigi).
Dalam presentasinya yang berjudul “Generasi Muda: Melek Digital dan Beretika untuk Indonesia Emas”, Prof. Adhianty menekankan pentingnya peran generasi muda dalam membentuk masa depan digital Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa pengguna internet di Indonesia telah mencapai 221,5 juta orang, atau sekitar 79,3 persen dari total populasi. “Jumlah ini menunjukkan betapa besar potensi yang dimiliki Indonesia dalam dunia digital,” ujarnya.
Dari jumlah tersebut, 68 persen pengguna internet berusia 15 hingga 34 tahun, menjadikan generasi muda sebagai pengguna paling aktif, terutama di media sosial. Generasi ini tumbuh dalam lingkungan yang sepenuhnya terhubung, di mana aktivitas belajar, bekerja, dan bersosialisasi dilakukan melalui layar. Namun, pertumbuhan pengguna internet yang pesat tidak selalu diiringi dengan kedewasaan digital. Indeks literasi digital Indonesia pada tahun 2022 hanya mencapai skor 3,54, yang menunjukkan bahwa kemampuan masyarakat, terutama generasi muda, dalam memahami dan memanfaatkan teknologi secara cerdas dan etis masih perlu ditingkatkan.
Prof. Adhianty menambahkan bahwa rendahnya literasi digital dapat menimbulkan risiko serius bagi generasi muda, seperti menjadi korban hoaks, penipuan daring, atau kehilangan reputasi digital akibat unggahan yang tidak etis. Selain itu, lemahnya kesadaran digital juga dapat menghambat daya saing generasi muda di pasar kerja global yang kini menuntut keahlian digital dan integritas dalam penggunaannya.
Penyebaran informasi palsu dan ujaran kebencian di media sosial semakin mengikis kepercayaan publik terhadap media digital. Kondisi ini dapat mengakibatkan disinformasi massal yang berbahaya bagi kohesi sosial dan kualitas demokrasi. Oleh karena itu, Prof. Adhianty menyampaikan beberapa rekomendasi strategis bagi pemerintah dan pemangku kepentingan.
Pertama, memperluas akses digital yang merata di seluruh wilayah Indonesia untuk mengurangi kesenjangan literasi perkotaan dan pedesaan. Kedua, membangun kolaborasi aktif dengan perguruan tinggi untuk memperkuat literasi digital berbasis riset dan pengabdian masyarakat. Ketiga, mengintegrasikan etika digital dalam kurikulum pendidikan, khususnya pada bidang komunikasi, teknologi informasi, dan ilmu sosial. Keempat, memperkuat program literasi digital nasional berbasis kampus. “Langkah-langkah ini diharapkan dapat meningkatkan literasi digital yang tidak hanya berhenti pada kemampuan teknis, tetapi juga menyentuh aspek nilai, etika, dan tanggung jawab sosial,” imbuh Prof. Adhianty.
Prof. Adhianty menegaskan bahwa generasi muda adalah penentu arah masa depan digital Indonesia. Dengan melek digital dan beretika, mereka tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pembentuk peradaban digital yang berintegritas. Pentingnya literasi digital semakin relevan dalam menyongsong Indonesia Emas 2045, ketika bangsa ini ditargetkan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia berbasis inovasi dan teknologi. Masa depan tersebut hanya dapat dicapai jika generasi mudanya mampu menjadi pengguna cerdas, produsen konten positif, dan pelaku aktif dalam ekosistem digital yang sehat.
Dengan dukungan kebijakan yang berpihak pada pendidikan digital dan partisipasi aktif dari kampus, masyarakat, dan dunia industri, visi Indonesia Emas 2045 bukanlah mimpi, melainkan arah nyata menuju bangsa yang cakap digital, beretika, dan berdaya saing global.





















