Headline.co.id, Di Dusun Kemusuh ~ Desa Banyurejo, Sleman, sebuah sekolah nonformal bernama Sekolah Abadira berupaya melestarikan budaya dan meningkatkan kemandirian ekonomi melalui keterampilan tradisional. Sekolah ini menjadi tempat bagi masyarakat untuk belajar seni menganyam rotan, bambu, dan janur, menghasilkan produk bernilai tinggi. Produk yang dihasilkan termasuk mebel rotan, tas, topi, dan hiasan rumah, yang tidak hanya memiliki nilai seni tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi warga setempat.
Pendiri Sekolah Abadira, Susilo Joko Pramono, yang ditemui pada Minggu (9/11/2025), sedang menyelesaikan anyaman sofa rotan di bengkel kerajinannya. Susilo, lulusan Universitas Gadjah Mada, menekankan bahwa keterampilan menganyam memiliki potensi besar jika ditekuni dengan serius. “Keterampilan menganyam bila ditekuni dengan sungguh-sungguh, selain melestarikan budaya juga jalan menuju kemandirian ekonomi,” ujarnya.
Susilo menjelaskan bahwa tren gaya hidup alami dan berkelanjutan kini kembali diminati, sehingga permintaan terhadap produk berbahan alami seperti rotan tetap tinggi di pasar domestik maupun ekspor. “Mebel tradisional rotan masih disukai, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Itu membutuhkan tenaga-tenaga terlatih untuk terus mengembangkannya,” tambahnya.
Selain mengajarkan teknik menganyam, Susilo juga berupaya membangun kebanggaan generasi muda terhadap warisan budaya. Ia sering mengikuti pameran kerajinan, kegiatan kampus, dan demo anyaman di Jalan Malioboro untuk menginspirasi masyarakat agar kembali mencintai keterampilan tangan.
Sekolah Abadira terbuka untuk semua kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, ibu rumah tangga, hingga lansia, tanpa syarat domisili atau ijazah. Setiap peserta dibimbing dengan prinsip bahwa setiap orang memiliki potensi untuk menjadi terampil dan mandiri. Tujuan utama sekolah ini adalah mencetak individu yang kreatif, percaya diri, dan mencintai kearifan lokal melalui keterampilan tradisional.
Dengan semangat gotong royong dan nilai budaya yang dijunjung tinggi, Sekolah Abadira tidak hanya menjadi tempat belajar menganyam, tetapi juga simbol bahwa pelestarian budaya dapat berjalan seiring dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat.


















