Headline.co.id (Jakarta) — Indonesia sebagai anggota baru BRICS akan memperkuat kemitraan strategis di bidang energi dengan Rusia, termasuk perusahaan energi besar seperti Gazprom dan Rosneft. Hal ini disampaikan Tenaga Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Satya Hangga Yudha Widya Putra, dalam forum internasional di St. Petersburg, Rusia, pada Jumat (10/10/2025).
Langkah ini diambil untuk mendukung agenda transformasi energi nasional menuju Net Zero Emission (NZE) 2060 dan memperkuat program hilirisasi sumber daya alam yang menjadi prioritas pemerintah Indonesia.
“Indonesia terbuka untuk berkolaborasi dengan Rusia di semua area energi strategis, mulai dari penemuan gas raksasa, pengembangan energi nuklir, hingga proyek CCS/CCUS (Carbon Capture, Utilization and Storage),” ujar Satya dalam keterangan resmi, Minggu (12/10/2025).
Fokus Kerja Sama Strategis BRICS
Sebagai negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan anggota baru kelompok BRICS — yang beranggotakan Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan — Indonesia berupaya memanfaatkan keanggotaannya untuk memperkuat posisi dalam kerja sama energi global. Melalui kemitraan ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan kemandirian energi, mempercepat hilirisasi, dan memperluas investasi asing di sektor energi.
Menurut Satya, meski kaya akan sumber daya alam, Indonesia masih menghadapi tantangan besar, seperti penurunan produksi minyak mentah, ketergantungan impor minyak dan LPG, serta keterbatasan kapasitas kilang nasional. “Ketergantungan impor ini menimbulkan kerugian devisa hingga Rp523 triliun per tahun. Ini menunjukkan urgensi agenda hilirisasi yang kuat,” tegasnya.
Satgas Hilirisasi Strategis Didorong Percepat Transformasi Energi
Untuk mengatasi defisit sumber daya dan menekan impor, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi Strategis sesuai Keputusan Presiden No. 1 Tahun 2025. Satgas ini berperan mengoordinasikan 26 komoditas vital, termasuk migas, mineral, dan energi baru, dengan fokus pada percepatan hilirisasi serta identifikasi proyek strategis nasional.
Satya menegaskan bahwa sektor energi merupakan isu multisektor yang membutuhkan kolaborasi lintas lembaga. “Jika kita ingin memecahkan masalah energi utama di Indonesia, kita harus bekerja sama lintas kementerian. Tidak bisa diselesaikan oleh satu kementerian saja,” ujar mantan anggota Komisi Energi DPR RI itu. Ia menambahkan, sinergi ini mencakup koordinasi dengan 14 kementerian, mulai dari Kementerian Keuangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup, hingga Kepolisian RI.
Indonesia Andalkan Gas dan Energi Bersih
Satya menyebut, Indonesia saat ini masih mengalami surplus gas alam dan tetap menjadi eksportir di sektor tersebut. Di sisi lain, transisi energi nasional diarahkan pada prinsip aksesibilitas, keterjangkauan, dan keberlanjutan lingkungan.
“Indonesia memiliki potensi 3.687 gigawatt (GW) energi terbarukan, namun baru dimanfaatkan sekitar 0,4 persen. Ini peluang besar untuk pertumbuhan energi bersih di masa depan,” katanya. Pemerintah juga terus mengembangkan program biodiesel B40 berbasis sawit pada 2025 dan menargetkan B50 pada 2026.
Selain itu, Indonesia menjadikan CCS/CCUS sebagai strategi utama dekarbonisasi, dengan target 15 proyek beroperasi sebelum 2030. Potensi penyimpanan karbon di dalam negeri diperkirakan mencapai 25,5 hingga 68,2 miliar ton CO₂.
Rencana Pembangunan Energi Nuklir
Dalam mendukung pencapaian NZE 2060, Indonesia tengah mempertimbangkan penerapan teknologi reaktor modular kecil (Small Modular Reactor/SMR) untuk pengembangan energi nuklir di kawasan Kalimantan dan Sumatra. Langkah ini diharapkan mampu menyediakan energi bersih dan stabil untuk jangka panjang, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain penting dalam transisi energi global.
Dengan pendekatan yang menyeluruh, kolaboratif, dan berbasis inovasi, Indonesia menegaskan komitmennya untuk membangun sistem energi berdaulat, ramah lingkungan, dan berdaya saing global.
“Transformasi energi bukan hanya soal teknologi, tapi juga keberanian untuk berinovasi dan bekerja sama lintas batas demi masa depan yang berkelanjutan,” tutup Satya Hangga Yudha Widya Putra.




















