Kontroversi Pemberian Kontrasepsi untuk Remaja dalam PP Kesehatan
Pemberian kontrasepsi bagi remaja dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 menuai polemik. Pasal 103 PP tersebut mengizinkan penyediaan alat kontrasepsi untuk anak usia 15-17 tahun yang sudah menikah.
Terkait hal ini, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, menyatakan bahwa pemberian alat kontrasepsi harus tepat sasaran. Ia menegaskan bahwa hanya remaja yang akan menikah yang diperbolehkan membeli alat kontrasepsi.
“Yang diperbolehkan beli alat kontrasepsi harus disesuaikan dengan norma agama juga. Jika mau menikah, harus berjanji tidak melakukan hubungan seksual sebelum sah,” ujar Hasto.
Ia menekankan bahwa pemberian alat kontrasepsi bukan semata-mata untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, tetapi juga untuk menjaga kualitas perempuan dan bayi. Hal ini dilakukan dengan mempersiapkan pernikahan dan mengonsumsi makanan bergizi seimbang.
Hasto juga mengimbau orang tua untuk mendidik anak sesuai perkembangan zaman. “Didiklah anak sesuai zamannya karena anak tidak dilahirkan di zaman kita,” katanya.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril, belum memberikan tanggapan resmi terkait kontroversi ini. Kendati demikian, ia menegaskan bahwa Kemenkes akan terus berupaya meningkatkan kesehatan reproduksi remaja, termasuk pencegahan kehamilan dini dan penyakit menular seksual.
Polemik ini diharapkan dapat segera menemukan solusi yang tepat. Sementara itu, masyarakat diharapkan tetap mengutamakan nilai-nilai agama dan moral dalam menentukan keputusan terkait kesehatan reproduksi.
Artikel ini disadur dari Kontroversi Alat Kontrasepsi untuk Remaja, Kemenkes dan BKKBN Beri Respons



















