Mutiara Headline
banner 325x300
Kirim Berita Suara Pembaca
HukumNasional

Grondkaart, Produk Hukum Era Kolonial yang Sah Hingga Kini

494
×

Grondkaart, Produk Hukum Era Kolonial yang Sah Hingga Kini

Sebarkan artikel ini
IMG 20181206 WA0038

Headline.co.id – Jakarta. Tempo Media Grup menyelenggarakan kegiatan “Ngobrol @tempo” dengan mengusung tema Keabsahan Grondkaart di Mata Hukum pada Kamis (6/12). Kegiatan yang berlangsung di ballroom Singosari Hotel Borobudur ini dipandu oleh Ali Nuryasin selaku Redaktur Ekonomi Tempo Media Grup dan dihadiri oleh tiga narasumber yakni Prof. Djoko Marihando, M. Sc (Pakar Sejarah dan Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI), Dr. Iing R Sodikin Arifin (Tenaga Ahli Menteri ATR/BPN) serta AKP Dr. Suradi, SH, M.Hum. (Kepala Sub Unit II Tindak Pidana Umum Bareskrim Kepolisian Negara RI).

Prof. Djoko Marihandono menjelaskan bahwa untuk memahami Grondkaart harus dilakukan sesuai konteks zaman supaya tidak terjadi anakronisme. Grondkaart merupakan produk obyek hukum masa lalu yang bersifat tetap, bukan peraturan dan bukan sistem seperti akta kelahiran. Grondkaart termasuk jenis dokumen yang menerangkan status obyek, bukan jenis obyek (Grondkaart bukan menerangkan hak atas tanah). Lahan-lahan yang ada dalam Grondkaart telah diukur dan disahkan oleh lembaga terkait sebagai alas bukti kepemilikan tanah yang sah dan Grondkaart memiliki landasan hukum peraturan.

Baca Juga: Tenaga Ahli Kementerian ATR/BPN: Grondkaart Bukti Final PT KAI (Persero)

Ia juga menyampaikan bahwa terdapat kesalahan historis administratif karena Grondkaart dan alat bukti kelengkapannya(besluit) dipisahkan penyimpanannya. Grondkaart tersimpan di PT KAI sedangkan besluitnya disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia. Dasar Hukum Grondkaart antara lain adalah Besluit 19 Januari 1864 no. 8 yang menjelaskan bahwa tanah yang dibebaskan oleh negara disebut tanah pemerintah dan digunakan untuk proyek kepentingan negara (algemeen nut). Besluit 9 Oktober 1875 no. 16 juga menyebutkan perusahaan kereta api negara dan swasta yang memiliki hak konsesi wajib menggunakan tanah pemerintah untuk kepentingan operasionalnya seperti pembangunan jalur, stasiun, bangunan dan infrastruktur lainnya. Selanjutnya adanya pengumuman Menteri Perhubungan, Tenaga Kerja dan Pekerjaan Umum pada tanggal 6 Januari 1950 No 2 yang menjelaskan bahwa semua aset SS dan VS dilimpahkan kepada DKA.

Prof. Djoko juga menjelaskan bahwa Kementerian Keuangan dalam hal ini Dirjen Kekayaan Negara memperkuat status Grondkaart sebagai alas hak kepemilikan PT KAI dengan terbitnya surat kepada Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional pada tanggal 24 Januari 1995. Semua grondkaart milik SS dan VS yang dinasionalisasi pada tahun 1958 diserahkan kepada DKA dan dari DKA melalui PNKA, PJKA dan Perumka, semua arsip termasuk Grondkaart diserahkan kepada PT. KAI untuk dijadikan sebagai bukti kepemilikan aset.

Perlu dipahami juga, kebijakan nasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia terhadap semua perusahaan swasta Belanda dimuat dalam UU No. 86 tahun 1958. Dalam Pasal 2 UU tersebut disebutkan pemerintah Indonesia wajib membayar ganti rugi kepada Belanda dan Menteri Keuangan ditunjuk sebagai mertua Badan Nasionalisasi sesuai dengan PP No 3 Tahun 1959. Dalam Verdeel wet 1969 dijabarkan pembayaran ganti rugi oleh Pemerintah Indonesia diangsur hingga tahun 2003.

Prof. Djoko juga menegaskan bahwa Grondkaart merupakan produk dari obyek hukum era kolonial yang sah dan memiliki legalitas sebagai bukti kepemilikan dan penguasaan lahan. Grondkaart yang tersimpan di bagian arsip PT KAI adalah grondkaart asli dan apabila ada pihak yang ingin mengaksesnga harus melalui prosedur resmi yakni atas seizin Direktur Umum PT KAI (Persero).

Baca Juga: Begini Keabsahan Grondkaart di Mata Hukum

Penjelasan yang diberikan oleh Prof. Djoko Marihandono cukup menjawab pertanyaan masyarakat mengenai legalitas Grondkaart. Seperti yang kita ketahui, saat ini banyak pihak yang berusaha menyerobot aset negara dan mengatakan bahwa grondkaart tidak dapat dijadikan sebagai bukti kepemilikan atas lahan tersebut. Semoga materi yang disampaikan dalam kegiatan ini dapat menjadi langkah awal bagi instansi terkait seperti PT KAI (Persero), BPN hingga KPK untuk bersama-sama menyelamatkan aset negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *